BENER MERIAH, BARANEWS – Seni tradisi Didong, yang telah menjadi denyut budaya masyarakat Gayo, mendapat panggung istimewa pada Selasa (5/8/2025) di halaman kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bener Meriah. Dalam suasana hangat dan penuh kebersamaan, BPBD meluncurkan program mitigasi bencana berbasis kearifan lokal melalui seni Didong, bertepatan dengan peringatan Hari Didong Sedunia.
Meski tak tercatat peringatan ini sebagai edisi keberapa, momen tersebut menjadi ajang refleksi sejarah atas peran Didong dalam membentuk karakter dan menjaga identitas budaya masyarakat dataran tinggi Gayo. Bagi masyarakat setempat, Didong bukan sekadar hiburan malam; ia adalah media dakwah, sarana edukasi, wadah permainan kata, dan ruang penyampai pesan sosial yang telah ada jauh sebelum penjajahan Jepang.
Bupati Bener Meriah, Ir. Tagore Abu Bakar, hadir di sela kesibukannya. Duduk di barisan tamu, ia menikmati lantunan Didong dari berbagai kelompok, baik dari Kabupaten Bener Meriah maupun Aceh Tengah. Dalam sambutannya, Tagore mempertanyakan dengan nada penasaran, “Peringatan Hari Didong ini yang keberapa?” Pertanyaan itu diiringi pengakuannya bahwa Didong telah tumbuh seiring jiwa seni masyarakat Gayo sejak masa lampau. Ia mengajak pelaku seni untuk menguatkan eksistensi Didong, melestarikannya, dan mengembangkan kreativitasnya. “Didong adalah media dakwah, ure-ure, dan itik-itiken. Ia juga memperkuat bahasa Gayo dari kepunahan karena Didong adalah seni bermain kata,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD Bener Meriah, Safriadi, memandang momentum ini sebagai terobosan. Menurutnya, mitigasi bencana tidak selalu harus disampaikan lewat forum formal atau simulasi teknis. Kali ini, edukasi diberikan lewat bait-bait Didong yang sarat makna. “Lewat lantunan Didong, kita mencoba mengedukasi masyarakat agar siap menghadapi bencana yang bisa datang tiba-tiba. Sentuhan seni tradisi diharapkan membuat pesan ini lebih mengena,” katanya.
Acara ini turut dihadiri maestro-maestro Didong seperti Ceh Daud Kala Empan, Ali Amran, Ama Ucak Ramasan, dan Ceh Kucak Nasirin dari grup Gelingang Raya. Sejumlah kelompok Didong ikut tampil, di antaranya Bujang Sentosa dari Belang Sentang, Bujang Arifa dari Pajar Harapan, Armija dari Digul, Bintang Angkasa dari Bintang Baru, Bujang Seriwijaya dari Kenawat, Buana Jaya dari Ujung Gele, Aliren Masa dari Delung Tue, Biak Cacak Ramasan dari Silih Nara, dan Tawar Bengi dari Kampung Reje Guru.
Hadir pula Plt. Kepala Dinas Pariwisata Sukri Tomstar, perwakilan bidang kebudayaan pada Dinas Pendidikan Yusri, Ketua Dewan Kesenian Bener Meriah T. Islah, Ketua Dewan Kesenian Bener Meriah Munawir Arloti, Ketua Persatuan Pedidong Bener Meriah Rahmandi, Ketua Didong Aceh Tengah Irmi Bukit, serta maestro bahasa Gayo Turham Ag. Keberadaan mereka menambah bobot acara yang memadukan semangat pelestarian budaya dengan misi kemanusiaan, mengingat bencana tak mengenal batas wilayah maupun waktu.
Di tengah lantunan Didong yang mengalun hingga senja, pesan inti kegiatan ini kian terasa: membumikan kesadaran mitigasi bencana melalui kekuatan budaya sendiri. Bagi masyarakat Gayo, Didong bukan hanya warisan, tetapi juga bahasa hidup yang mampu menyatukan, mengingatkan, dan menggerakkan. (Dani)