Desakan terus menguat agar Kepolisian dan Kejaksaan di Aceh Tenggara tidak tinggal diam. Sejumlah langkah konkret pun dinanti oleh publik. Investigasi audit, klarifikasi data Dapodik, pemanggilan operator hingga tim penyusun laporan dana BOS dinilai perlu segera dilakukan. Dalam sudut pandang kedua lembaga pengawas, waktu tak boleh disia-siakan. Jika terbukti ada unsur niat dan pengulangan dalam rekayasa data, jalur hukum pidana korupsi harus segera dibuka.
Di balik angka-angka dan laporan keuangan, ada persoalan mendasar: rusaknya integritas manajemen pendidikan. Dana BOS seharusnya menjadi penopang utama bagi operasional sekolah dan pemerataan akses pendidikan, bukan ladang subur bagi manipulasi administrasi. Jika kasus ini dibiarkan, bukan hanya negara yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan yang hancur.
WGAB dan LKGSAI menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka berkomitmen untuk membuka jalur komunikasi dengan para pemangku kebijakan di tingkat provinsi dan nasional, jika aparat penegak hukum di tingkat daerah tidak segera merespons. Mereka juga mendorong tokoh-tokoh pendidikan, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dan Ombudsman, untuk mengambil sikap.
Dorongan publik bersambut dengan kemarahan moral atas dana pendidikan yang seharusnya dinikmati siswa, namun justru terjerat dugaan manipulasi data. Di Aceh Tenggara, aroma skandal ini terus menguat. Kini, bola ada di tangan aparat penegak hukum. Pertanyaannya: akankah mereka bergerak?
(Red)


































