BANDA ACEH | Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh menolak seluruh eksepsi yang diajukan Teti Wahyuni, mantan Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh, dalam perkara dugaan korupsi anggaran kegiatan Balai dari tahun 2022 hingga 2024. Dalam sidang putusan sela yang digelar pada Rabu, 15 Oktober 2025, majelis menyatakan keberatan terdakwa tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk membatalkan dakwaan.
Putusan dibacakan oleh Ketua Majelis Fauzi, didampingi dua hakim anggota, Harmi Jaya dan Zul Azmi. Dalam amar putusannya, hakim menyatakan nota keberatan terdakwa yang menyebut dakwaan tidak jelas secara formil dan materil, tidak dapat diterima.
“Menyatakan menolak eksepsi terdakwa Teti Wahyuni dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan persidangan,” ujar Fauzi dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Penolakan itu membuka jalan bagi jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pembuktian perkara korupsi dengan nilai kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 7 miliar. Teti diduga terlibat dalam penyalahgunaan anggaran bersama Pejabat Pembuat Komitmen, Mulyadi, dalam kurun tiga tahun terakhir.
Dalam dakwaan sebelumnya, jaksa menguraikan bahwa sejak tahun 2022, BGP Aceh menerima alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terus meningkat signifikan. Pada tahun 2022 sebesar Rp 19,2 miliar, kemudian Rp 57,2 miliar pada 2023, dan menjadi Rp 69,8 miliar pada 2024. Anggaran itu ditujukan untuk peningkatan mutu guru, termasuk kegiatan pelatihan, pertemuan berskala nasional hingga regional, yang mayoritas diselenggarakan dengan skema fullboard di berbagai hotel di Aceh.
Namun dalam pelaksanaannya, anggaran diduga tidak sepenuhnya digunakan sesuai peruntukan. Jaksa menengarai adanya mark-up, pemalsuan dokumen kegiatan, hingga laporan fiktif terkait perjalanan dinas maupun pelatihan tenaga pendidik. Dari sejumlah kegiatan itu, potensi kerugian negara ditaksir mencapai angka fantastis, menyentuh angka tujuh miliar rupiah.
Teti Wahyuni, yang saat perkara ini bergulir telah dicopot dari jabatannya, melalui penasihat hukumnya mencoba membatalkan dakwaan lewat nota keberatan. Ia menyatakan bahwa dakwaan jaksa kabur dan tidak memenuhi unsur pidana. Namun, majelis hakim berpendapat sebaliknya.
Dengan ditolaknya eksepsi ini, sidang akan dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jaksa dijadwalkan menghadirkan saksi-saksi dan membeberkan bukti-bukti yang mendasari dugaan keterlibatan kedua terdakwa dalam perkara yang menyeret nama lembaga strategis penggerak guru ini.
Kasus ini menjadi perhatian khusus karena menyangkut kredibilitas lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam peningkatan mutu pendidikan di Aceh. Persidangan lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta auditor inspektorat internal. (*)