Banda Aceh – Indonesia secara konvensi 1951 bukanlah daerah yang berkewajiban menampung pengungsi, namun karena dasar kemanusiaan sekali dua kali masyarakatnya mencoba untuk menerima dan memperlakukan dengan baik. Sayangnya, semakin hari kebaikan rakyat Aceh itu dimanfaatkan sehingga imigran Rohingya sacara bertubi-tubi datang ke Aceh dan dari hari ke hari semakin meresahkan.
“Secara adat perkuliahan jamee kita menampung selama tiga hari tamu yang datang. Namun, kalau untuk berlama-lama apalagi ingin menetap untuk jangka waktu tertentu itu sudah lari dari konteksnya. Justru makin lama akan menghadirkan polemik baru di masyarakat Aceh, dan ini memprihatinkan,” ungkap Ketua Forum Pemuda Aceh (FPA) Syarbaini, Jumat 29 Desember 2023.
Menurut Benni, adanya upaya UNHCR mencari lahan 120 Ha di kawasan Pidie untuk penampungan Rohingya dan upaya pengalokasian lahan 12 Ha oleh pihak lainnya untuk menampung Rohingya ke Lamteuba Aceh Besar, sehingga menunjukkan adanya upaya terorganisir untuk penempatan penampungan Rohingya di Aceh.
“Ini perlu dicek motifnya apa?jangan sampai jual isu kemanusiaan, rakyat Aceh yang menjadi korban dan Aceh yang tergadaikan. Kita menghimbau semua pihak untuk mengutamakan kepentingan rakyat Aceh terlebih dahulu ketimbang para imigran Rohingya yang notabenenya bukan tanggung jawab kita,” ujarnya.
Dia juga menilai, adanya upaya pembiaran dari pemerintah dan potensi keterlibatan oknum-oknum pejabat di pemerintahan sehingga imigran Rohingya Dibiarkan berlama-lama di Aceh bahkan disiapkan penampungannya.
Kata Beni, di tengah sulitnya ekonomi Aceh sebagai daerah termiskin di Sumatera dan kini tengah di landasan banjir dimana-mana, persoalan kedatangan Rohinya akan menimbulkan masalah baru dan serius di tengah masyarakat. Katakan saja, ketika Rohingya di penampungan sementara diberikan nasi bungkus dengan lauk pauk tapi tetap melakukan protes, sementara korban banjir yang nota benenya warga Aceh justru hanya makan indomie telor saja. Belum lagi persoalan kearifan lokal yang ditangani dan sebagainya yang melukai hati masyarakat Aceh.
“Dengan fenomena-fenomena itu, maka potensi munculnya pergesekan sosial hingga gangguan stabilitas sangat tinggi di tengah-tengah masyarakat. Seharusnya pemerintah tidak tinggal diam apalagi hanya melakukan pembiaran, dan lebih miris jika ada yang bermain mata dengan UNCHR untuk penanganan rohingya,” ucapnya.
Dia menilai banyak hal yang tidak wajar dengan kedatangan bertubi-tubi Rohingya ke Aceh, sehingga membuat masyarakat semakin kesal.
“Kami mengecam oknum pejabat di Pemerintahan atau oknum lainnya yang bermain dan lebih mementingkan imigran Rohingya daripada rakyat Aceh sendiri. Jika ada pejabat yang bermain maka kami minta agar segera dicopot karena secara moral sudah melukai hati masyarakat Aceh, mereka yang seharusnya membela rakyat Aceh malah lebih mementingkan Rohingya dan mengabaikan perasaan rakyatnya,”tegasnya.
Syarbaini juga mendesak agar penanganan dan pemindahan imigran Rohingya dari Aceh segera dapat dilakukan. “Kita meminta Pj Gubernur, Sekda Aceh dan para pejabat terkait harus tegas. Jangan sampai ada pejabat yang malah bermain mata dan memainkan berbagai upaya untuk meraih keuntungan dalam hal penanganan rohingya dengan memainkan isu kemanusiaan dan sebagainya. Untuk penanganan imigran Rohingya ini proyek/programnya UNHCR, bukan tanggung jawab pemerintah apalagi rakyat Aceh, jadi silahkan UNHCR bawa imigran Rohingya dari Aceh sesegera mungkin,” pungkasnya. (HS)