BANDA ACEH — Wakil Sekretaris Umum Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Syiah Kuala (USK), Muhammad Muksan, menyampaikan kritik terbuka terhadap kinerja Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) USK periode 2025 yang dinilai belum menjalankan perannya secara maksimal dalam memperjuangkan kepentingan mahasiswa.
Dalam pernyataannya pada Rabu (23/7/2025), Muksan menyoroti lemahnya respons BEM terhadap sejumlah persoalan krusial yang menyentuh langsung kehidupan mahasiswa di lingkungan kampus. Menurutnya, ketidakhadiran BEM dalam merespons isu-isu penting telah menimbulkan pertanyaan besar mengenai arah perjuangan organisasi mahasiswa tersebut.
“BEM itu seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak dan kepentingan mahasiswa. Tapi hari ini, BEM USK seperti hilang arah. Persoalan demi persoalan muncul, tapi suara mereka nyaris tak terdengar. Ke mana BEM saat mahasiswa resah dengan kebijakan kampus?” ujar Muksan.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa saat ini membutuhkan perwakilan yang benar-benar hadir di tengah mereka, bukan sekadar eksis secara administratif ataupun tampil di media sosial tanpa aksi nyata.
“Mahasiswa butuh keberpihakan, bukan pencitraan. Jika BEM hanya sibuk mengurus citra dan branding kelembagaan, maka fungsi advokasinya menjadi mandul. Ini harus disadari secara serius,” tegasnya.
Muksan juga menyoroti minimnya sikap kritis BEM terhadap berbagai dinamika birokrasi kampus, termasuk kebijakan akademik, administratif, dan keuangan yang dinilai membingungkan serta tidak sepenuhnya berpihak pada kebutuhan mahasiswa.
“Sudah saatnya BEM berani bersuara, berdiri bersama mahasiswa, dan tampil membawa solusi atas keresahan yang dirasakan. Kita tidak butuh lembaga yang hanya sekadar hadir dalam struktur, tapi lembaga yang benar-benar memperjuangkan aspirasi,” katanya.
Menurut Muksan, tantangan mahasiswa di era saat ini semakin kompleks, mulai dari biaya pendidikan, akses fasilitas kampus, hingga kebijakan akademik yang tidak jarang membebani. Dalam situasi seperti ini, ia menilai BEM harus tampil proaktif, menjadi jembatan antara mahasiswa dan pihak universitas, bukan malah menjadi bagian dari ‘menara gading’ yang jauh dari realitas.
Ia juga mengingatkan bahwa lembaga eksekutif mahasiswa sejatinya adalah representasi moral dan politik mahasiswa yang memiliki mandat untuk menjalankan fungsi kontrol dan advokasi.
“BEM bukan tempat untuk sekadar numpang nama dalam struktur, bukan pula ruang nyaman untuk eksistensi pribadi. Ini adalah amanah besar. Jika tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka mahasiswa akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap lembaga ini,” tuturnya.
Muksan berharap pernyataannya dapat menjadi bahan refleksi dan evaluasi internal bagi BEM USK agar kembali ke marwah perjuangan mahasiswa yang sesungguhnya. Ia juga mengajak seluruh elemen organisasi mahasiswa untuk memperkuat sinergi dalam menghadapi tantangan bersama.
“Kita ingin melihat BEM yang kembali kritis, solutif, dan berpihak pada kepentingan kolektif sivitas akademika. Mahasiswa tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri menghadapi realitas kampus yang semakin kompleks,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BEM USK belum memberikan tanggapan resmi atas kritik yang disampaikan oleh Wasekum MPM tersebut. (*)