Gayo Lues – Keresahan masyarakat di Kecamatan Putri Betung, Kabupaten Gayo Lues, memuncak menyusul pemasangan plang kawasan hutan oleh pihak pengelola Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Plang tersebut menandai batas kawasan konservasi yang merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, namun dinilai oleh warga telah menyerobot lahan garapan yang selama ini menjadi sumber penghidupan utama mereka.
Menanggapi situasi ini, Bupati Gayo Lues Suhaidi, S.Pd., M.Si., mengambil langkah cepat dengan melakukan serangkaian lobi kepada pemerintah pusat dan provinsi dalam dua hari berturut-turut. Langkah ini menunjukkan komitmen nyata kepala daerah dalam membela kepentingan warganya yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.
Pada Rabu (18/06/2025), Bupati Suhaidi menyampaikan langsung persoalan tersebut kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Raja Juli Antoni, P.hD., dalam sebuah pertemuan di Takengon, Aceh Tengah. Dalam pertemuan itu, Bupati menyoroti dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat pemasangan plang di beberapa kampung dalam wilayah Kecamatan Putri Betung.
“Kami menerima banyak keluhan dari masyarakat. Mereka merasa was-was dan terancam kehilangan lahan perkebunan yang telah dikelola secara turun-temurun. Saya datang ke sini untuk mencari kejelasan dan solusi,” ujar Bupati Suhaidi kepada Menteri Kehutanan.
Ia menekankan bahwa masyarakat tidak pernah diberi pemahaman atau sosialisasi menyeluruh tentang batas kawasan hutan yang dimaksud. Oleh sebab itu, ia meminta agar kebijakan penertiban kawasan hutan melalui Perpres No. 5/2025 ditinjau kembali dalam konteks lokal, serta tidak dilaksanakan secara kaku tanpa mempertimbangkan keberadaan warga dan sejarah pengelolaan lahan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni merespons positif penyampaian tersebut dan berjanji akan menindaklanjuti laporan dari Bupati Gayo Lues. Ia menyatakan bahwa pihak kementerian terbuka untuk melakukan kajian bersama dan berdialog dengan masyarakat guna mencari solusi terbaik yang tidak mengorbankan kelestarian lingkungan maupun kesejahteraan warga.
Keesokan harinya, Kamis (19/06/2025), Bupati Suhaidi melanjutkan upayanya dengan menemui Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk menyampaikan hal serupa. Ia meminta agar Pemerintah Provinsi Aceh turut serta aktif dalam menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh dan tidak membiarkan masyarakat berjuang sendiri menghadapi ketidakpastian nasib lahan mereka.
“Persoalan ini tidak hanya soal kawasan hutan, tapi menyangkut nasib banyak keluarga petani yang hidup dari hasil kebun mereka. Kami berharap Pemerintah Aceh ikut terlibat aktif mencari solusi,” kata Bupati Suhaidi.
Ia juga menyampaikan harapannya agar Pemerintah Provinsi dapat menjadi jembatan antara kabupaten dan pusat, sehingga keputusan yang diambil benar-benar adil dan mempertimbangkan semua aspek, baik ekologis maupun sosial.
Respon positif terhadap langkah Bupati pun datang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, petani, dan aktivis lingkungan lokal. Mereka mengapresiasi tindakan cepat yang diambil pemerintah daerah dalam memperjuangkan nasib rakyat di tengah ketidakjelasan status lahan.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues saat ini sedang menghimpun data, termasuk peta wilayah terdampak dan sejarah pengelolaan lahan oleh masyarakat, untuk disampaikan secara resmi ke kementerian. Bupati juga membuka ruang diskusi dan konsultasi publik untuk mendengar langsung aspirasi warga.
“Kami ingin penyelesaian ini tidak menimbulkan konflik baru. Jangan sampai niat menjaga hutan justru melukai hati rakyat. Harus ada titik temu antara konservasi dan keadilan sosial,” tutup Suhaidi.
Dengan langkah diplomasi yang dilakukan Bupati Gayo Lues, masyarakat berharap ada kejelasan hukum dan kebijakan yang berpihak pada mereka, tanpa mengorbankan tujuan pelestarian lingkungan yang juga penting untuk generasi mendatang. (Abdiansyah)