Banda Aceh, 13 Agustus 2025 – Dua dekade setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki pada 2005, Aceh kembali menjadi pusat perhatian dunia perdamaian. Ratusan tokoh terkemuka Aceh, akademisi, perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional, dan diplomat dari 12 negara akan berkumpul di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Kamis, 14 Agustus 2025, untuk mengikuti Diskusi dan Peringatan Internasional 20 Tahun MoU Helsinki dengan tema “Progress and Challenges”.
Acara ini tidak hanya memperingati capaian perdamaian, tetapi juga menjadi forum evaluasi atas hak-hak dan kewenangan Aceh yang tertuang dalam MoU, yang hingga kini belum sepenuhnya direalisasikan. Selain itu, forum ini juga membahas tantangan yang masih dihadapi dalam implementasi perjanjian tersebut.
Presiden ke-6 Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, dijadwalkan memberikan sambutan melalui video conference. Sementara itu, Minna Kukkonen Kalender dari Crisis Management Initiative (CMI), lembaga yang memediasi proses perdamaian Helsinki, hadir untuk memberikan perspektif internasional terkait perdamaian dan rekonsiliasi.
Rangkaian diskusi akan dibagi menjadi dua panel utama. Panel pertama, “Tinjauan MoU dan Masa Depan Aceh”, dipandu Dr. Sofyan A. Djalil sebagai moderator. Para pembicara panel ini antara lain Mr. Peter Feith, mantan Kepala Misi Monitoring Aceh; Duta Besar Belanda; Duta Besar Uni Eropa untuk Negara-Negara Asia; Juha Christensen, aktivis perdamaian dan pendiri Asian Peace and Reconciliation Council; Prof. Jacques Bertrand; Dr. Zaini Abdullah, mantan Gubernur Aceh dan mantan Menteri Luar Negeri sekaligus negosiator GAM; Teuku Kamaruzzaman, mantan negosiator GAM; serta Rektor Universitas Syiah Kuala. Panel ini akan meninjau pencapaian perdamaian selama 20 tahun terakhir, mengevaluasi realisasi kewenangan Aceh, serta merumuskan strategi untuk masa depan.
Panel kedua, “Pelajaran dan Resolusi”, dipandu Dr. Fachry Aly. Para pembicara antara lain Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia; Dr. Scott Guggenheim, antropolog pembangunan dari Universitas Georgetown; Alanna L. Simpson dari Bank Dunia; Tgk Amni Bin Ahmad Marzuki, anggota tim negosiator GAM; Rektor Universitas Islam Negeri Ar-Raniry; serta Chalida Tajaroensuk dari People’s Empowerment Foundation, Thailand. Diskusi ini akan menekankan pelajaran yang diperoleh selama dua dekade, pengalaman internasional dalam rekonsiliasi, serta rekomendasi agar seluruh komitmen MoU dapat terealisasi.
Juru bicara panitia pelaksana menegaskan, kegiatan ini menjadi momentum refleksi dan evaluasi bersama antara pemerintah Aceh, mantan negosiator, diplomat, akademisi, dan masyarakat sipil. “Ini bukan sekadar peringatan – tetapi momentum refleksi, evaluasi, dan penyusunan langkah ke depan untuk memastikan seluruh amanat MoU Helsinki benar-benar terwujud,” ujarnya.
Acara yang diselenggarakan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) bekerja sama dengan Pemerintah Aceh serta berbagai lembaga nasional dan internasional ini menegaskan komitmen Aceh dalam menjaga perdamaian, memperkuat rekonsiliasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada rakyat Aceh. (*)