Oleh : Sri Radjasa, M. BA (Pemerhati Intelijen)
FENOMENA komunikasi social di ranah media social, cenderung didominasi oleh kemasan informasi yang telah difabrikasi, dalam rangka membangun citra semu dari seseorang dengan track record kelabu. Fabrikasi informasi untuk kepentingan pemberitaan, dalam rangka menutupi citra negative pejabat public, adalah tindakan pelanggaran hukum yang dapat dijerat pasal 390 KUHP dan sangat bertentangan dengan norma etika.
Terlebih lagi berita yang difabrikasi, demi kepentingan menutupi kesalahan pejabat public, adalah tindakan pembodohan public dan dapat memperburuk tingka kepercayaan public terhadap pemerintah.
Kecenderungan maraknya pemberitaan yang difabrikasi tersebut, terkait dengan munculnya pemberitaan di media social tentang pencalonan Honesti Basyir sebagai dirut PT Telkom. Sementara Honesti Basyir masih dihadapkan kasus korupsi PT Bio Farma yang terjadi saat Honesti menjabat dirut PT Bio Farma. Kasus rasuah di PT Bio Farma saat ini ditangani Kejari Kota Bandung. Mirisnya muncul pemberitaan dengan framing sosok Honesti Basyir yang bersih, dengan berbagai prestasi kepemimpinan.
Berawal dari temuan BPK tentang tidak terdistribusinya vaksin covid 19 sebanyak 3.208.542 dosis di PT Bio Farma, mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 525,18 milyar. Dalam penanganan hukum di Kejari Kota Bandung, mulai tercium aroma busuk yang menandai adanya permufakatan jahat untuk memperlambat proses hukum dan selanjutnya kasus tersebut menguap.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 Maret 2026, menyatakan bahwa penanganan kasus ini Bio Farma itu cukup aneh. Skala kerugiannya nasional, tapi penanganannya justru lokal. Hal ini patut dicurigai, adanya cawe-cawe kekuasaan politik untuk menutupi kejahatan.
“Kalau Telkom tetap mengangkat pejabat yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tanpa mempertimbangkan etika hukum, maka jangan salahkan jika kita sedang bicara soal moral korporasi yang hancur,” tegas Iskandar.
Fenomena promosi Honesti Basyir di tengah proses hukum, semakin membuka tabir gelap BUMN, tentang adanya praktek mafia jabatan basah, demi melanggengkan perampokan uang negara secara sistemik. Keputusan memasukan nama Honesti Basyir, sebagai kandidat calon dirut PT Telkom, patut dipandang sebagai bentuk arogansi kekuasaan yang sama sekali tidak popular dimata public dan tindakan abal-abal yang semakin memperkuat keyakinan public, bahwa negara tidak sungguh-sungguh dalam pemberantasan korupsi. Bahkan akan memicu munculnya tuduhan bahwa, kasus korupsi di Indonesia, tidak hanya dilakukan secara sistemik, tapi dikategorikan sebagai “states corruption”.