Blangkejeren – Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Kabupaten Gayo Lues, Zul Fadli, menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti fenomena pelanggaran busana Muslim, khususnya pakaian ketat yang kerap digunakan oleh perempuan saat berolahraga dan berwisata. Hal ini disampaikannya dalam sesi wawancara usai kegiatan senam pagi yang digelar di kawasan perkantoran Pemkab Gayo Lues pada Jumat, 20 Juni 2025.
Pernyataan tersebut sekaligus mempertegas posisi DSI dalam menjalankan mandat sebagai lembaga yang bertugas mendukung pelaksanaan syariat Islam di Kabupaten Gayo Lues.
“Kami bertugas memberikan edukasi dan pembinaan kepada masyarakat agar kehidupan sehari-hari berjalan sesuai kaidah Islam, termasuk dalam hal berpakaian. Kita ingin olahraga dan wisata tetap berjalan, tetapi dengan tetap menjaga nilai-nilai syar’i,” ujar Zul Fadli.
Menurutnya, DSI akan segera mengintensifkan program sosialisasi dan pembinaan ke masyarakat dengan beragam pendekatan. Sosialisasi akan dilakukan melalui dakwah, pemasangan baliho di lokasi olahraga dan wisata, serta kerja sama dengan tokoh agama dan pemerintah desa.
“Kita akan menggandeng pengulu kampung, imam, dan BKM untuk menyampaikan pentingnya berpakaian yang sopan dan sesuai syariat, termasuk kepada anak-anak muda yang sering berkegiatan di tempat publik,” katanya.
Pihaknya juga akan melibatkan sekolah, majelis taklim, dan forum pendidikan lainnya agar nilai-nilai keislaman dipahami sejak usia dini.
Zul Fadli menambahkan, pihaknya tidak akan bekerja sendiri dalam menangani persoalan ini. Kolaborasi lintas dinas akan dilakukan, seperti dengan Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda dan Olahraga, serta Satpol PP-Wilayatul Hisbah (WH), untuk mendukung upaya pengawasan dan penegakan hukum syariat di lapangan.
“Misalnya di lokasi wisata dan area olahraga, kita akan minta petugas WH dan Satpol PP membantu pemantauan agar norma berpakaian tetap dijaga,” jelasnya.
Saat ditanya apakah program ini harus menunggu Peraturan Bupati (Perbup) terlebih dahulu, Kepala DSI Gayo Lues menegaskan bahwa pelaksanaan syariat Islam di Aceh sudah memiliki dasar hukum yang kuat melalui Qanun dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Maka dari itu, tindakan bisa langsung dilakukan.
“Aceh memiliki otonomi dalam penerapan syariat Islam. Tidak harus tunggu Perbup. Tapi kalau perlu penguatan, akan kita usulkan,” tegasnya.
Lebih jauh, program ini disebut sejalan dengan visi daerah untuk membentuk masyarakat Gayo Lues yang religius dan berakhlak mulia. Ia juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk terlibat aktif dalam menjaga marwah daerah yang dikenal religius itu.
“Kita ingin Gayo Lues menjadi contoh pelaksanaan syariat Islam yang damai dan bermartabat. Maka butuh peran semua pihak — dari orang tua, guru, tokoh agama, hingga pemerintah kampung,” pungkas Zul Fadli.
(Abdiansyah)