Opini oleh : Sri Radjasa, MBA
PERNYATAAN Jaksa Agung terkait kasus kejahatan oleh Pertamina, negara masih ada. Rakyat bertanya, negara selama ini kemana saja, setelah hak rakyat digerogoti habis-habisan oleh koruptor yang kerapkali berkolaborasi dengan oknum aparat hukum. Kemudian rakyat kembali bertanya, mengapa negara tebang pilih dalam penegakan hukum, seperti kasus Joko Chandra, kasus investasi bodong, kasus jiwasraya, kasus pagar laut illegal, kasus menko ekonomi airlangga, kasus BTS.
Belum lagi, dugaan kasus korupsi di internal Kejagung yang akhir-akhir ini marak di media massa, yaitu pengadaan peralatan intelijen di jajaran Jamintel dan kasus di lingkungan Kejati dimana jaksa berperan sebagai kontaktor berebut paket proyek APBD.
Belum saatnya Kejagung berbesar hati, atas pengungkapan kasus mega korupsi selama ini, karena terbukti paska penangkapan koruptor, proses hukum yang dilakukan sangat mencederai rasa keadilan, bahkan kasus korupsi dijadikan peluang untuk mencicipi hasil korupsi oleh oknum jaksa. Ada kesan sepertinya rakyat dungu, tidak mengetahui apa yang terjadi pada proses hukum kasus besar korupsi.
Saat ini public menaruh kecurigaan adanya konspirasi, terkait maraknya pengungkapan kasus besar korupsi di awal kepemimpinan presiden Prabowo, namun penyelesaian hukumnya setengah hati, sehingga memicu semakin kuat ketidak percayaan public terhadap presiden yang selama ini amat keras terhadap pemberantasan korupsi.
Kecurigaan public bukan tanpa alasan, mengingat posisi Jaksa Agung dan Kapolri yang tidak berubah, adalah pesanan Jokowi. Sangat manusiawi jika loyalitas Jaksa Agung dan Kapolri, lebih berat kepada Jokowi ketimbang Prabowo.
Patut diwaspadai pengungkapan kasus besar korupsi saat ini, merupakan bagian dari operasi garis dalam Jokowi, dalam rangka mengeliminir tingkat kepercayaan rakyat terhadap presiden Prabowo.
Penulis adalah Pemerhati Intelijen