BLANGKEJEREN, BARA NEWS – Kerusakan kawasan hutan lindung dan Areal Penggunaan Lain (APL) di Tengkereng Tangsaran, Kecamatan Pantan Cuaca, Kabupaten Gayo Lues, kian memprihatinkan. Aktivitas eksplorasi tambang emas yang dilakukan oleh perusahaan asal Jakarta, PT Gayo Mineral Resource (GMR), ditengarai menjadi penyebab utama semakin parahnya kondisi lingkungan di wilayah tersebut.
Pantauan terbaru pada Jumat, 20 Juni 2025, menunjukkan bahwa dampak eksplorasi kian meluas. Ribuan pohon terlihat tumbang, tanah-tanah terbuka lebar, dan kontur lereng menjadi rentan longsor. Kondisi ini dinilai sangat membahayakan, terutama karena lokasi eksplorasi berada tak jauh dari jalur nasional yang menghubungkan Blangkejeren dengan Takengon, Aceh Tengah—jalur strategis yang vital bagi mobilitas masyarakat dan logistik antarwilayah di pedalaman Aceh.
Salah satu temuan yang menimbulkan kecurigaan adalah hilangnya plang penanda kawasan hutan lindung yang sebelumnya terpasang di area tersebut. Dugaan kuat menyebut bahwa plang tersebut sengaja dihilangkan oleh pihak-pihak tertentu, demi mengaburkan keberadaan kawasan lindung dari pengawasan publik maupun penegak hukum.
Sejumlah warga dan pengguna jalan yang melintasi jalur tersebut menyayangkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas tambang yang dinilai merusak ekosistem. Mereka mengaku khawatir dengan potensi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
“Kami hampir setiap hari melintas di jalan ini. Sekarang kondisinya makin parah. Jalur jadi rawan longsor karena pohon-pohon besar sudah ditebang, bukitnya juga dibuka pakai alat berat,” ujar Heri (38), salah seorang sopir truk yang biasa melintasi kawasan tersebut.
Desakan agar pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak juga datang dari berbagai kalangan, termasuk tokoh lingkungan dan akademisi. Dr. Nasrul Zaman, mantan Ketua Dewan Daerah WALHI Aceh, menegaskan bahwa kerusakan hutan akibat eksplorasi tambang ini harus menjadi perhatian serius semua pihak.
Dilansir dari Tribun Gayo, Nasrul menyampaikan:
“Kalau ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan salah satu kawasan penyangga penting di Aceh bagian tengah. Ini bukan hanya soal tambang, tapi soal keselamatan warga yang tinggal di sekitarnya dan generasi yang akan datang.”
Menurutnya, aktivitas eksplorasi yang dilakukan PT GMR telah mengancam fungsi ekologis hutan sebagai penyangga air, pencegah erosi, dan pelindung biodiversitas. Ia juga mempertanyakan apakah izin lingkungan dan dokumen resmi seperti UKL-UPL atau AMDAL benar-benar dipenuhi dan diawasi secara ketat.
Berdasarkan spanduk resmi proyek yang beredar luas di media sosial dan lapangan, PT GMR menyatakan telah mengantongi Izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kegiatan Eksplorasi Pertambangan di Hutan Lindung, dengan dasar hukum Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 263 Tahun 2025 tertanggal 16 Mei 2025. Namun hingga berita ini diturunkan, dokumen SK tersebut tidak ditemukan di situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), maupun portal peraturan negara lainnya. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai keabsahan izin yang diklaim.
Sorotan juga datang dari Lembaga Hutan Lindung Aceh, yang secara tegas mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membuka seluruh dokumen perizinan yang diklaim dimiliki PT GMR kepada publik.
“Kami mendesak KLHK agar segera mengevaluasi izin tersebut dan mengaudit ulang seluruh aktivitas eksplorasi tambang PT Gayo Mineral Resources di Gayo Lues. Jika benar masuk kawasan lindung, maka kegiatan itu harus dihentikan segera,”
tegas Sekretaris Lembaga Hutan Lindung Aceh, Abdiansyah, dalam keterangannya kepada media.
Lebih lanjut, Abdiansyah juga mempertanyakan apa manfaat nyata dari keberadaan PT GMR bagi masyarakat Gayo Lues. Ia menyebut bahwa hingga kini tidak ada transparansi terkait kontribusi sosial, program pemberdayaan, ataupun kompensasi kepada masyarakat lokal yang terdampak.
“Keberadaan perusahaan ini justru lebih banyak meninggalkan kerusakan daripada manfaat. Apa untungnya untuk masyarakat Gayo Lues? Tidak ada yang tahu. Jalan rusak, hutan gundul, dan masyarakat hanya jadi penonton ketika alat berat masuk seenaknya,”
tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Gayo Mineral Resource belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tudingan yang dilayangkan. Permintaan konfirmasi yang dikirimkan ke alamat email dan kontak perusahaan juga belum mendapat respons.
Publik kini menanti langkah tegas dari KLHK dan aparat penegak hukum. Verifikasi lapangan, audit perizinan, serta evaluasi dokumen lingkungan menjadi keharusan untuk mencegah bencana ekologis yang lebih besar. Jika terbukti melanggar aturan dan masuk kawasan hutan lindung, aktivitas tambang tersebut harus segera dihentikan dan diproses secara hukum. (TIM)