BANDA ACEH – Sekitar 150 siswa SMA Negeri 7 Banda Aceh mengikuti kegiatan belajar bersama di Museum Aceh, Kamis (24/7/2025). Kegiatan ini menjadi ruang pembelajaran alternatif yang penuh makna, menghadirkan sejarah Aceh dari masa ke masa dalam bingkai visual yang hidup dan menyentuh.
Museum yang berada di jantung ibu kota provinsi itu seolah menjadi jembatan waktu bagi para siswa untuk menelusuri kembali akar-akar sejarah Tanah Rencong, mulai dari masa Kesultanan Aceh, perlawanan terhadap kolonialisme, hingga masa rekonsiliasi pasca-tsunami dan penandatanganan MoU Helsinki.
Kepala Museum Aceh, Muda Farsyah, S.Sos., dalam sambutannya menyampaikan bahwa museum bukan hanya tempat menyimpan barang antik, tetapi juga ruang edukatif yang kaya makna bagi masyarakat Aceh, khususnya bagi generasi muda. Ia mengajak para siswa untuk lebih mengenal sejarah Aceh melalui pameran foto koleksi Museum Aceh yang disusun naratif dan tematik.
“Sejarah Aceh tak hanya ditulis dalam buku, tapi juga hidup dalam gambar, benda, dan ruang-ruang seperti ini. Pelajarilah Aceh dari lensa dan waktu agar kita tidak tercerabut dari akar kita sendiri,” ujarnya.
Usai pembukaan, para siswa diajak mengelilingi museum dan menyimak pameran foto yang menggambarkan wajah Aceh dari era kerajaan hingga masa-masa pemulihan pasca-konflik. Setiap ruangan seolah menjadi fragmen waktu yang menggugah rasa ingin tahu dan kesadaran sejarah para siswa.
Maura Annisa, siswi kelas XII, mengaku pengalaman belajar di museum membuatnya lebih tertarik pada sejarah. “Ini seru dan membuka mata saya. Ternyata Aceh bukan hanya kaya alam, tapi juga sejarah yang luar biasa. Kegiatan ini benar-benar berguna, tidak hanya bagi saya tapi juga untuk masa depan Aceh,” ujarnya.
Kegiatan ini juga diisi sesi diskusi interaktif bersama Kepala SMA Negeri 7 Banda Aceh, Dr. Erlawana, S.Pd., M.Pd., yang menekankan pentingnya museum sebagai media pembelajaran kontekstual dan sumber belajar yang kaya akan nilai lokal.
“Museum menghadirkan pengalaman belajar yang tak bisa digantikan oleh buku teks. Semoga kegiatan ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain agar lebih sering memanfaatkan ruang publik seperti museum untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap sejarah,” katanya.
Kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat kesadaran kolektif generasi muda terhadap identitas dan perjalanan sejarah Aceh, sekaligus menjadikan museum sebagai ruang belajar yang hidup, menarik, dan relevan di tengah perkembangan zaman. (*)