Kutacane — Bara News, Sabtu, 2 Agustus 2025 | Dugaan praktik pungutan liar (pungli) terhadap penghasilan tetap (siltap) perangkat kute di Kabupaten Aceh Tenggara kembali menguak ke permukaan. Sorotan publik kini tertuju ke Kecamatan Bambel, setelah informasi beredar bahwa perangkat kute di sejumlah desa diminta menyetor uang secara rutin. Besarannya tampak kecil—Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per bulan—tetapi bila ditarik mundur ke belakang dan dihitung secara menyeluruh, nilainya berubah menjadi jutaan rupiah.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC Abdesi) Kabupaten Aceh Tenggara, Muslim, geram. Ia menegaskan siap mendampingi perangkat kute yang ingin melaporkan dugaan pungli ini ke aparat penegak hukum. “Kalau benar ada pungutan terhadap siltap perangkat kute, maka kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif—ini penghisapan di akar rumput,” kata Muslim dengan nada tegas kepada Bara News, Sabtu (2/8).
Muslim mengatakan, dirinya belum menerima laporan resmi dari perangkat kute di Kecamatan Bambel, namun sinyalemen soal pungutan liar itu sudah mencuat dan meluas. Ia pun meminta para perangkat yang menjadi korban agar tidak takut bersuara.
“Kita siap kawal jika ada keberanian dari mereka. Uang siltap itu bukan hak kepala desa, bukan juga milik camat. Itu hak perangkat kute. Jika ada yang mengambil, sama artinya dengan mencuri dari rakyat kecil,” ujar Muslim yang juga menjabat sebagai Pengulu Kute Kampung Baru di Kecamatan Badar.
Muslim menyebut, di wilayah Kecamatan Badar, seluruh pembayaran siltap telah dilakukan secara non-tunai. Dana dikirim langsung ke rekening masing-masing perangkat desa. Praktik ini, kata dia, wajib diterapkan di seluruh wilayah Aceh Tenggara sebagai bagian dari pencegahan potensi penyimpangan.
“Bayar langsung ke rekening. Itu yang paling aman dan transparan. Kalau masih ada yang dibayar tunai dan ujung-ujungnya dipotong, itu jelas pelanggaran,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski nilai pungutan yang disebut-sebut “hanya dua puluh ribu” terlihat kecil, dampaknya tidak bisa dianggap remeh. Gaji perangkat kute di Aceh Tenggara sangat minim, bahkan ada yang hanya menerima Rp250 ribu hingga Rp700 ribu per bulan. Jika dari angka sekecil itu masih dipotong, kata Muslim, itu menunjukkan kerakusan yang menyayat hati.
“Jangan anggap ini kecil. Perangkat kute kerja siang malam, mereka pegang administrasi, mengurusi rakyat. Tunjangan ini bentuk penghargaan atas lelah mereka. Bukan celengan bagi oknum,” cetusnya.
Dari informasi yang beredar, praktik pungli ini telah berlangsung lama. Di sejumlah desa di Kecamatan Bambel, pungutan disebut dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Bila setiap perangkat dikenai pungutan Rp20.000 hingga Rp25.000 per bulan, dan satu desa memiliki 21 hingga 25 perangkat, maka setiap desa bisa menghasilkan ‘setoran’ hingga setengah juta per bulan. Dikalikan jumlah desa dan waktu bertahun-tahun, totalnya bisa menembus belasan juta rupiah—uang yang tak pernah tercatat dalam sistem administrasi pemerintahan.
“Itu bukan lagi pungli kecil-kecilan. Itu sistem eksploitasi. Jika ini dibiarkan, mental korup akan tumbuh subur di desa-desa,” tegas Muslim.
Ia meminta agar uang pungli yang telah dipungut dikembalikan secepatnya kepada para perangkat yang menjadi korban. Jika tidak, DPC ABDESI Aceh Tenggara akan membawa masalah ini ke ranah hukum. “Jangan tunggu kami datang ke kantor polisi,” ujarnya.
Kasus ini menjadi gambaran nyata tentang masih lemahnya pengawasan dalam tata kelola anggaran di tingkat desa. Sistem transfer non-tunai yang diatur dalam regulasi pun belum sepenuhnya dijalankan, membuka celah bagi praktik pungli berkedok “biaya administrasi” atau “uang lelah”.
Muslim mendesak pemerintah daerah, inspektorat, dan aparat penegak hukum untuk tidak menutup mata. Ia mengingatkan bahwa praktik seperti ini bisa menjadi sumber kebusukan yang menggerogoti akar pemerintahan desa dari dalam.
“Kalau yang di atas diam, maka rakyat yang di bawah akan bicara. Ini saatnya kita bersihkan desa dari kebiasaan buruk yang sudah terlalu lama dibiarkan,” pungkas Muslim. (SKD)