Kejaksaan Agung lewat penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus terus mengembangkan dugaan suap atau gratifikasi atas putusan Onslag perkara korupsi sejumlah korporasi atas ekspor minyak goreng yang di gelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.
Setelah mengamankan dan menahan 4 (empat) tersangkan, Kejagung memeriksa oknum hakim yang menangani perkara itu dan menggeledah sejumlah tempat untuk proses penyidikannya.
“Majelis hakim yang menangani proses persidangan perkara korupsi sejumlah korporasi tersebut ditetapkan sebagai tersangka. Ini berdasarkan proses penyidikan yang kita kembangkan,” ujar Direktur Penyidikan JAM Pidsu, Abdul Qohar didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar kepada wartawan, Minggu 13 April 2025.
Dalam kasus suap ini, sudah ada 7 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka ialah Muhammad Arif Nuryanto selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, hakim Djuyamto.
Disampaikan, bahwa pihak Kejagung sudah melakukan penggeledahan di tiga tempat tiga provinsi, di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
“Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag dan menjadi nyata ketika pada 19 Maret 2025, perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim,” ungkapnya.
Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Total ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.
Pengusutan Kejagung menemukan bukti adanya suap di balik vonis lepas tersebut. Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan.
“Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” tambahnya.
Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Arif berperan menunjuk 3 majelis hakim yang mengadili terdakwa korupsi migor. (TIM)