Banda Aceh – Transparansi Tender Indonesia (TTI) menyoroti praktik curang dalam proses tender proyek pemerintah daerah di Aceh. Lembaga ini mengingatkan para bupati dan wali kota agar tidak bertindak layaknya makelar proyek, karena perilaku tersebut dinilai merugikan masyarakat dan mencederai etika pemerintahan.
“Sudah menjadi rahasia umum, hampir semua paket proyek dimenangkan atas restu kepala daerah. Ini perbuatan tidak etis dan menyakitkan bagi masyarakat yang punya perusahaan tapi tak punya akses ke lingkaran kekuasaan,” ungkap Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, dalam keterangannya, Kamis, 18 September 2025.
Menurut TTI, sejumlah Bupati yang berlatar belakang pengusaha justru semakin agresif menggarap proyek pemerintah setelah menjabat. Tak sedikit di antara mereka yang secara terang-terangan mengendalikan proyek, bahkan hingga ke tingkat pusat. “Ada bupati yang menggarap proyek di Jakarta dan menyalurkannya kepada orang dekatnya di daerah. Ini rahasia umum,” ujar Nasruddin.
TTI juga menemukan indikasi kuat adanya rekayasa dalam proses tender. Hampir seluruh pemenang proyek sudah dikondisikan sejak awal. Panitia kerja (Pokja) dan kuasa pengguna anggaran (KPA) disebut berani melanggar aturan. Misalnya, ada perusahaan kecil yang memenangkan lebih dari lima paket konstruksi, padahal aturan hanya membolehkan maksimal lima.
Selain itu, pola penawaran harga pun janggal. Rata-rata pemenang tender mengajukan harga hingga 99 persen dari nilai harga perkiraan sendiri (HPS). “Artinya tidak ada persaingan sehat, sama saja seperti penunjukan langsung,” kata Nasruddin.
TTI mendesak Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) turun tangan lebih serius. Menurut mereka, pengawasan yang ketat mutlak diperlukan agar proyek pemerintah berjalan sesuai aturan dan bebas dari praktik kotor yang selama ini menimbulkan keresahan di masyarakat.