Banda Aceh| Dalam kurun waktu 40 hari, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Aceh bersama jajaran polres di seluruh wilayah hukum Polda Aceh berhasil mengungkap 75 kasus perjudian online (judol). Operasi intensif ini berlangsung sejak 1 Mei hingga 10 Juni 2025, sebagai bagian dari langkah serius Kepolisian dalam memberantas praktik perjudian yang semakin meresahkan masyarakat.
Salah satu pengungkapan terbesar terjadi di Kabupaten Aceh Barat, di mana tiga orang pelaku berhasil ditangkap dengan nilai omzet mencapai Rp100 juta per bulan. Ketiganya diketahui telah beroperasi selama lebih dari enam bulan dengan sistem transaksi yang terorganisir dan memanfaatkan perangkat digital secara intensif.
“Dalam kurun waktu tersebut, kami berhasil mengungkap total 75 kasus. Ini adalah bentuk komitmen Polda Aceh dalam menjaga ketertiban umum dan melawan kejahatan siber, khususnya perjudian online yang kini berkembang sangat cepat dan merugikan masyarakat,” tegas Direktur Reskrimum Polda Aceh, Kombes Pol Ilham Saparona, dalam konferensi pers di Banda Aceh, Selasa (10/6/2025).
Pengungkapan terbesar dilakukan pada Selasa, 3 Juni 2025, di sebuah rumah warga di Aceh Barat. Tiga pelaku berinisial F (34), D (21), dan R (19) ditangkap saat tengah melakukan transaksi judi online menggunakan perangkat komputer. Ketiganya tidak hanya menjadi pemain, tetapi juga berperan sebagai agen penyedia chips dan pengelola transaksi.
Menurut Ilham, keberhasilan pengungkapan berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas ilegal di sebuah rumah yang terlihat ramai pada malam hari. Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, tim gabungan dari Polres Aceh Barat dan Ditreskrimum Polda Aceh melakukan penggerebekan dan menangkap para pelaku di tempat kejadian.
Petugas turut menyita sejumlah barang bukti, antara lain dua unit komputer, dua unit telepon genggam, 60 kartu perdana seluler, dua buku catatan transaksi, satu lembar catatan harian, serta dua buku rekening bank. Barang-barang tersebut digunakan untuk mengelola dan mencatat aktivitas perjudian yang dilakukan melalui platform daring.
“Modus operandi yang digunakan pelaku cukup canggih dan terstruktur. Mereka menggunakan sistem top-up dan penjualan koin virtual. Setiap chip dibeli seharga Rp60 ribu dan dijual kembali seharga Rp63 ribu, dengan keuntungan harian yang dikumpulkan melalui rekening bank atas nama berbeda-beda,” terang Ilham.
Selain itu, para pelaku juga diduga memanfaatkan teknologi untuk menghindari deteksi, termasuk penggunaan VPN dan pendaftaran rekening secara daring dengan identitas orang lain. Penyelidikan lebih lanjut tengah dilakukan untuk mengungkap keterlibatan jaringan yang lebih luas, termasuk kemungkinan adanya aktor intelektual di balik operasi ini.
Kombes Pol Ilham juga menyampaikan peringatan keras kepada masyarakat agar tidak tergiur dengan janji keuntungan dari judi online yang justru dapat membawa dampak sosial dan ekonomi yang merusak. Polda Aceh, tegasnya, tidak akan memberikan toleransi terhadap segala bentuk praktik perjudian.
“Kami juga mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan segala aktivitas mencurigakan yang terindikasi terkait dengan praktik judi daring. Peran aktif masyarakat sangat penting dalam menjaga lingkungan yang bersih dari kejahatan digital,” tambahnya.
Seluruh pelaku yang telah diamankan kini ditahan dan dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta KUHP tentang perjudian, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Polda Aceh memastikan bahwa operasi pemberantasan judol ini akan terus dilanjutkan secara masif dan sistematis di seluruh wilayah, sebagai bagian dari upaya menjaga moralitas dan ketertiban sosial di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital. (*)