Tapaktuan – Wacana pembukaan pabrik semen di Aceh Selatan diharapkan dilakukan dengan ekstra hati-hati dan transparan, apalagi rencana investasi yang mencapai nilai Rp 10 Triliun tersebut masih pada tahapan eksplorasi.
“Sebagai bentuk transparansi pemerintah kepada masyarakat ada eloknya butir-butir kesepakatan yang termaktub di dalam MoU tersebut dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat. Apalagi di dalam proses perizinan eksplorasi itu hanya sebatas izin eksplorasi batu, kemudian tak pernah disyaratkan adanya MoU, tentunya isi MoU tersebut yang dipertanyakan oleh masyarakat apakah itu memang kepentingan daerah atau kepentingan oknum dan kelompok tertentu, karena dalam proses perizinan pertambangan Minerba transaksional uang dan saham, hingga berbagai praktek korupsi SDA sangat rawan terjadi” ungkap Gerakan Pemuda Negeri Pala (Gerpala), Fadhli Irman, Rabu29 Mei 2024.
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Sementara itu Menurut KBBI, eksplorasi adalah penjelajahan lapangan yang bertujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat tersebut. “Melihat izin ekplorasi batu gamping yang dikantongi PT Kobexindo Cement merupakan investasi asing, maka kami sarankan pemerintah melakukan pendampingan secara hati-hati dan teliti, jangan sampai izinnya batu gamping, sementara secara terselubung digarap kandungan mineral lainnya katakan saja di wilayah tersebut terdapat batuan marmer hitam yang nilainya di atas semen, ataupun bahkan tidak menutup kemungkinan mana tau adanya kandungan zat radioaktif seperti uranium, thorium atau sejenisnya di kawasan tersebut, makanya eksplorasi yang dilakukan oleh pihak yang melibat investor asing harus benar-benar diawasi secara ketat,”kata Irman.
Berkaca dari kejadian yang terjadi di beberapa tempat lainnya di Indonesia dimana kandungan mineral yang diberi izinnya besi misalkan tetapi terdapat kandungan emas dan palladium disatukan lokasi tetapi tidak disebutkan. “Bayangkan saja jika ada kandungan jika di kawasan tersebut ada kandungan lainnya selain batu gamping yang digunakan untuk produksi semen bahkan zat radioaktif tentunya negara dan masyarakat akan sangat dirugikan, disini diperlukan pendampingan ketat mulai sejak eksplorasi. Bahkan kenapa tidak sebagai bentuk kehati-hatian, pemkab juga menyurati Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) atau Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk mengawasi proses eksplorasi yang dilakukan pihak asing, untuk mengantisipasi adanya kemungkinan terdapatnya zat radioaktif di kawasan itu, kita masyarakat kan tidak tau seperti apa, jadi perlu adanya pendampingan sekaligus pengawasan serius sejak eksplorasi dari pemerintah. Apalagi yang pertimbangannya ini investasi asing dan di Sumatera berdasarkan perkiraan pemerintah potensi uranium itu mencapai 31.567 ton dan 126.821 ton, apakah di kawasan Aceh Selatan atau bahkan di kawasan tersebut ada kemungkinan terdapat kandungan zat radioaktif tersebut, tentu kita tidak tau makanya perlu pengawasan yang ketat. Apalagi jika memang ketika eksplorasi ditemukan ada zat radioaktif tersebut maka sesuai dengan UU No 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran hanya BATAN yang boleh melakukan eksploitasi,” jelasnya.
Di samping itu, investasi juga diharapkan dapat memberi nilai tambah yang kongkret bagi daerah dan masyarakat. “Masyarakat kita tidak anti investasi sejauh itu kongkret manfaatnya untuk daerah dan masyarakat. Selama ini kan kita selalu diiming-imingkan oleh kelompok pemerintah bahwa investasi yang akan dilakukan akan menyerap tenaga kerja lokal, bahkan untuk investasi kali ini ada legislatif yang menyebutkan akan terbuka lapangan kerja sampai 80%, tentunya jadi pertanyaan 80% dari keseluruhan tenaga kerja atau sebatas Tenaga kasar. Misalkan begini dibutuhkan tukang masak(koki) 20 orang orang lalu 80% nya dari itu diambil Tenaga kerja lokal ataupun misalkan dibutuhkan satpam 10 orang jadi 8 diantaranya dari lokal. Lagi-lagi kita katakan ini perlu penjelasan yang jelas dan transparan,”
Irman juga menyebutkan, pemerintah juga perlu menganalisis lebih lanjut dampak wacana pembukaan pabrik semen tersebut terhadap ekonomi nasional, mengingat saat ini produksi semen melebihi kebutuhan semen. “Yang pertama saat ini sedang ada over over supply semen, kebutuhan dalam negeri 65,5 juta ton, sementara produksi 119,9 juta ton. Jika dikalkulasi, berlebih 54,4 juta ton. Lalu bagaimana bisa ada wacana membangun pabrik semen di Aceh Selatan yang berkapasitas 6 juta ton per tahun dengan investasi Rp 10 triliun, bukankah itu akan berdampak kepada stabilitas terhadap ekonomi nasional. Apalagi OSS nya yang terintegrasi dengan AMDAL untuk industri semen masih terkunci karena sedang moratorium, lalu kenapa bisa ada rekomendasi pemkab untuk hal itu, jika memang izin eksplorasi nya sebatas batu gamping maka ya harus dipastikan sebatas melihat potensi batu gamping di kawasan itu,”ujarnya.
Irman juga mengingatkan bahwa sebelum adanya proses perizinan amdal maka harus dilihat benar-benar dan ruang konsultasi publiknya harus dilakukan dengan benar. “Apakah dalam proses eksploitasi nya nanti menggunakan alat berat saja atau bahkan menggunakan bom untuk menghancurkan batuannya hingga rencana saluran pembuangan industrinya, nanti hal tersebut harus juga diperhatikan betul. Jangan sampai investasi dilakukan hanya sebatas untuk kepentingan investor dan segelintir oknum, sementara rakyat dan daerah dirugikan. Jadi, sekali lagi kami tekankan pemerintah daerah harus sangat transparan dan ekstra hati-hati, sehingga tak salah dan sembarang memberikan karpet merah. Sebagaimana penegasan presiden Indonesia terpilih Bapak Prabowo Subianto di berbagai kesempatan bahwa investasi harus memberikan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat, daerah dan negara,” pungkasnya.