BANDA ACEH – Himpunan Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum, berkerja sama dengan Komunitas Menulis Kreatif (KMK) sukses melaksanakan Pelatihan Menulis yang berlangsung di Ruang Teater, Lantai I, Gedung A, Fakultas Syariah dan Hukum.
Kegiatan Pelatihan Menulis dengan tema “Think, Write, Repeat; Tulis atau Terlindas ini berlangsung selama dua hari dengan menghadirkan lima pemateri ahli yang sudah memiliki karya tulis. Selain bertujuan untuk meningkatkan literasi, kegiatan ini juga diharapkan menjadi bagian dari aksi peduli mahasiswa, yang kian hari kian menyusut. Bukan tanpa alasan, motivasi yang tidak pernah didapat, tujuan yang belum ditemui, menjadikan peran mahasiswa sebagai “jantong hate rakyat” kian terkikis.
Hari pertama Pelatihan Menulis, Jumat, 6 Desember 2024. Kegiatan Pelatihan ini di buka oleh Prof. Dr. Jamhuri, M.A, pada kesempatan tersebut beliau berkata “Apakah kita hanya akan menjadi penikmat IA? Atau menjadi bagian dari IA itu sendiri. Tak dapat dipungkiri, orang-orang yang terbiasa menerima beresnya saja, pada akhirnya tersingkir karena tidak bisa survive. Bersamaan dengan itu, hanya orang-orang yang mau terjun langsung, mempelajari dengan cepat, lalu beradaptasi, yang akan bisa bertumbuh.”
“Hanya ada dua orang yang akan dilihat dunia, yang pertama pintar, yang kedua kaya. Pilih salah satunya. Tapi, kalau dua-duanya bisa, kenapa tidak?” Pesan Prof Jamhuri sebelum akhirnya beliau membuka acara.
Materi pertama memang sengaja di hadirkan seorang narasumber yang mampu membahas tentang faktor penyebab stres dan kesejahteraan Mahasiswa, guna agar mahasiswa sudah selesai terlebih dahulu dengan dirinya sebelum beralih ke aksi peduli yang lebih lanjut. Penulis 11 buku antologi tersebut, Bu Hayail Umroh juga menghadiahi dua buku yang berjudul Sosok Kenangan dan Bangku Sekolah kepada peserta yang mampu menguasai materi pada hari itu.
Menulis Ulang Sejarah: Kritik Sebagai Perubahan Sosial menjadi materi ke dua yang dibawakan oleh Pak Azhari Aiyub. Penulis buku yang berjudul “Kura-kura berjanggut” ini memaparkan, bagaimana proses sejarah diterima, dan kenapa sejarah bisa di tulis ulang. Beliau juga menjelaskan tentang syarat suatu kejadian bisa di sebut sejarah. Dalam hal ini, peserta kegiatan antusias dalam bertanya dan hal tersebut berhasil menghidupkan diskusi.
“Pikiran harus dilatih untuk haus dan lapar, karena begitu pikiran merasa sudah kenyang, ia akan berhenti berpikir” Ujar Pak Azhari Aiyub.
“Begitu juga dengan membaca sejarah, harus ada ruang kosong untuk di isi dengan pertanyaan, ketika sejarah yang di ceritakan tersebut memiliki kerancuan” sambungnya.
Irfan Maulana, S.H, MOT kegiatan Pelatihan Menulis, ia memberi tugas kepada peserta untuk praktik menulis, dimulai dengan menulis sejarah. Dan itu di awali dengan sejarah diri sendiri. Tujuan dari mulai menulis sejarah diri sendiri bukan hanya untuk lebih mengenal diri sendiri, namun juga untuk melihat sejauh mana kemampuan peserta dalam mengolah kata dan menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
Materi yang di tunggu-tunggu, Menulis Kritik Sebagai bentuk Aksi , dibawa oleh pak Iping. Warga negara yang peduli. Senyap tapi membara, diam tapi berpikir, menjadi kombinasi ampuh pada pelatihan menulis ini, bahkan tulisan menjadi bagian yang berteriak paling lantang dalam perlawanan.
Pak Fauzan Santa sebagai pemateri ke empat membawa materi berjudul Kritik sebagai Seni; Mengolah Kata menjadi Senjata Pemikiran. “Ketika orang-orang pintar dibungkam. Seni menjadi media melawan. Karena hanya di seni, orang-orang bebas berekspresi.” Tuturnya
“Kondisi kritis itu kondisi sakit, kalau sehat gak sedang kritis namanya. Dan kritik muncul, karena masih ada hal yang tidak beres.” Ucap Pak Fauzan.
Materi ke lima sekaligus materi terakhir dibawakan olen pak Ramzi Murziqin, pada kesempatan ini beliau membahas tentang Mahasiswa dan Politik Identitas. Dalam hal ini beliau menjelaskan tentang apa itu Politik Identitas dan bagaimana peran politik identitas ini terjadi.
Acara Pelatihan menulis berjalan khidmat hingga selesai. Sebelum acara berakhir, Mufasirul Furqan, Ketua Himpunan Mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum berpesan, “Jaga Hutan, dengan Tulisan”. Kalimat yang terinisiasi oleh aksi peduli beliau terhadap tanah air.
Dua orang, ada yang sukses lalu ditulis. Ada yang menulis, lalu sukses. Sila di pilih. Rauzatul Zahra, Ketua Umum Komunitas Menulis Kreatif menutup provokasi di akhir kalimatnya. (7/12/2024).