Opini oleh : Sri Rajasa, M. BA
BERAWAL dari pernyataan Mahfud MD, menanggapi pidato Presiden Prabowo di Universitas Al’ Azhar Kairo, untuk memberikan pengampunan kepada koruptor, asal mengembalikan keuangan negara, bahwa pernyataan Presiden Prabowo, bertentangan dengan prinsip-prinsip penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam pasal 55 KUHP. Mahfud menambahkan bahwa pernyataannya itu, sebagai bentuk kewajiban mengingatkan Presiden agar tidak terlanjur salah.
Ternyata pernyataan Mahfud MD, mendapat respons menohok Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI dari Gerindra yang mengatakan, pernyataan Mahfud MD tidak perlu digubris, karena tidak sesuai dengan kinerjanya saat Mahfud MD menjabat menteri, Mahfud MD itu manusia gagal. Habiburokhman juga mengatakan, pernyataan Mahfud MD menuduh Presiden Prabowo menghasut untuk melanggar hukum.
Sikap emosional, intimidatif dan anti kritik kerapkali ditunjukan oleh Habiburokhman dalam berdebat. Hal ini justru semakin memperlihatkan kualitas intelektual Habiburokhman, minim literasi berfikir dan lemah pemahaman soal demokrasi.
Mari kita telusuri rekam jejak Habiburokhman sebagai anggota dewan dan saat ini menjadi Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi hukum. Cara berfikir Habiburokhman, menurut pakar hukum tata negara Universitas Andalas K Simamora, dikategorikan sebagai logical fallacy atau sesat pikir dan sesat bukti.
Hal ini dapat diamati ketika Habiburokhman mengatakan Mahkamah Konstitusi sebagai begal konstitusi, karena putusan MK mengembalikan aturan penetapan batas usia kepala daerah pada saat penetapan calon. Tapi, ketika MK dibawah kepemimpinan Anwar Usman, mengubah batas usia wakil presiden, Habiburokhman segera menyambut dengan pernyataan putusan MK tersebut mengikat dan sah sebagai undang-undang serta wajib dilaksanakan.
Prilaku Habiburokhman kerap kali melontarkan ancaman kepada wartawan akan melaporkan wartawan, hanya karena berbeda cara pandang. Dalil pembenaran dalam setiap perdebatan, semakin mempertanyakan kualitas Habiburokhman memahami demokrasi. Seharusnya Habiburokhman selaku Ketua Komisi III DPR RI, melakukan introspeksi terhadap tugasnya sebagai pengawas penggunaan APBN di lingkungan institusi hukum, seperti adanya dugaan korupsi pengadaan peralatan intelijen di Kejagung senilai Rp 5,79 Triliun yang diduga akan menyeret jamintel Reda Manthovani (adik ipar Dasco Ketua harian Gerindra).
Oleh karenanya amat naïf, jika Habiburokhman yang minim prestasi dan sumbangsih kepada bangsa ini, menuding Mahfud MD sebagai manusia gagal yang pernah mendapat kepercayaan negara, menduduki sederet jabatan mentereng dan memiliki segudang prestasi dibidang hukum. Fenomena Habiburokhman, adalah sebuah refleksi hilangnya etika kesantunan sebagai produk budaya Indonesia mahakarya para leluhur dan pendiri bangsa.
Prilaku Habiburokhman, didiagnosa sebagai gejala terjangkit virus buzzer, menyerang akal sehat dan tindakannya membabi buta hanya untuk melindungi majikannya. Sudah saatnya Presiden Prabowo memperkuat vaksin antibody, sebagai langkah pencegahan serangan virus mematikan yang ada didalam internal Presiden Prabowo.
Penulis adalah Pemerhati Intelijen