Banda Aceh – Kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah demokrasi dan kebebasan pers di Tanah Rencong. M. Dedi Yusuf, jurnalis harian-ri.com sekaligus pengurus Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Provinsi Aceh, menjadi korban penganiayaan brutal oleh empat orang tak dikenal (OTK) pada Rabu siang, 2 Juli 2025. Insiden tersebut terjadi di wilayah Gampong Cot Keueng, Kabupaten Aceh Besar, sekitar pukul 14.00 WIB.
Menurut keterangan yang berhasil dihimpun, peristiwa bermula saat M. Dedi Yusuf tengah melintas di kawasan tersebut dengan maksud mengunjungi salah seorang kerabatnya. Tanpa diduga, ia dihentikan oleh empat pria misterius. Tanpa alasan yang jelas, tiga orang langsung memegangi tubuh Dedi, sementara satu orang lainnya menyabetkan senjata tajam jenis parang ke tubuh korban. Aksi kekerasan berlangsung cepat, sadis, dan tanpa ampun. Dedi terkapar bersimbah darah hingga akhirnya ditemukan warga dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Syiah Kuala di Desa Limpok untuk mendapatkan pertolongan medis.
Korban sempat menjalani operasi intensif akibat luka bacokan dan mengalami kondisi tidak sadar selama beberapa jam pasca kejadian. Ketika tersadar pada Jumat, 4 Juli 2025 pukul 15.00 WIB, Dedi Yusuf mengisahkan secara singkat kronologi kejadian kepada sejumlah rekan dan pengurus organisasi. Ia mengaku tidak mengenali para pelaku maupun mengetahui alasan di balik tindakan kekerasan tersebut. Namun ia meyakini serangan itu bukan sekadar kriminal biasa, melainkan ada kaitan dengan profesinya sebagai jurnalis yang kerap menyoroti isu-isu sensitif di Aceh.
Menanggapi peristiwa ini, Ketua IWOI DPW Aceh, Dimas KHS AMF, pada Jum’at (04/07/2025) menyatakan kemarahannya dan menegaskan bahwa tindakan biadab terhadap insan pers tidak bisa ditoleransi. Ia mengaku telah menghubungi sejumlah pihak, mulai dari Polresta Banda Aceh, Polda Aceh, kuasa hukum harian-ri.com, hingga pembina IWO Indonesia, Teguh Suryanto. Rencananya, pada Sabtu, 5 Juli 2025, kasus ini akan resmi dilaporkan ke pihak berwajib agar para pelaku segera diusut dan diproses secara hukum.
Dimas juga menegaskan bahwa IWOI Aceh tidak akan tinggal diam. Ia berkomitmen melindungi dan memperjuangkan hak-hak jurnalis, khususnya yang menjadi anggota dan pengurus IWOI maupun bagian dari Media RI Group. Dalam pernyataannya, Dimas menekankan bahwa tindakan kekerasan, intimidasi, maupun pelecehan terhadap pekerja media adalah bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip negara hukum dan kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 ayat (3) menegaskan bahwa “untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya pelanggaran pidana, namun juga mencederai demokrasi dan menciptakan iklim ketakutan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Selain itu, tindakan para pelaku dapat dijerat dengan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan berat secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
Publik kini menantikan langkah tegas dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini secara adil dan transparan. Kasus kekerasan terhadap jurnalis seperti yang menimpa M. Dedi Yusuf tidak boleh dibiarkan menjadi preseden buruk di masa depan. Jika negara gagal melindungi jurnalis dari ancaman dan kekerasan, maka kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi hanya akan menjadi ilusi. (RED)