Banda Aceh, 15 Juni 2025 – Ketua Umum HMI Komisariat FISIP Universitas Syiah Kuala (USK), Nabil Alam Mubarak, mengecam keras pernyataan dan dukungan sejumlah elite politik Sumatera Utara terkait pengakuan sepihak terhadap empat pulau di perairan Aceh Singkil “yakni Pulau Mangkir gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang” sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara. Sengketa wilayah ini bukan perkara administratif belaka, melainkan menyangkut kedaulatan daerah, sejarah rakyat Aceh, dan kehormatan hukum nasional yang adil dan transparan.
Sengketa Serius: Bukan Soal Nama, Tapi Hak dan Kedaulatan Daerah
Ketum HMI FISIP USK menegaskan bahwa klaim Sumut atas empat pulau tersebut adalah bentuk perampasan wilayah yang telah lama secara historis, geografis, dan sosiologis menjadi bagian dari Aceh Singkil. “Empat pulau ini bukan benda tak bertuan. Ada jejak adat, sejarah, dan pengakuan informal yang hidup dalam masyarakat Aceh sejak lama. Klaim sepihak tanpa konsensus adalah bentuk arogansi administratif yang tak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa kepemilikan wilayah bukan hanya ditentukan oleh produk hukum administratif pusat, tetapi juga harus menghormati partisipasi masyarakat daerah, prinsip musyawarah, dan bukti historis-geospasial.
Timeline Kemendagri: Produk Cacat yang Wajib Digugat
HMI FISIP USK juga menyoroti kerangka kerja kronologi Kemendagri yang membingungkan dan tidak konsisten, khususnya dalam terbitnya Kepmendagri No. 050-145 Tahun 2022 dan No. 300.2.2-2138 Tahun 2025. Kedua tersebut dijadikan dasar memasukkan 4 pulau ke wilayah Sumut, padahal: “Rapat resmi pada 13 Februari 2022 tidak mencapai kesepakatan, Somasi Gubernur Aceh dan Bupati Singkil April 2022 diabaikan, Peta Topografi TNI AD 1978 yang menyatakan pulau-pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh dianggap tidak valid”
“Ini cacat prosedural dan berpotensi melanggar UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kemendagri seharusnya tidak gegabah menetapkan batas antarprovinsi tanpa konsensus atau keputusan nasional yang sah,” ujarnya
Teguran Keras untuk Elite Sumut: Hentikan Retorika dan Pahami Fakta
Dalam pernyataannya, Nabil menyerukan kepada para elite politik Sumut agar berhenti mengobarkan opini sepihak yang provokatif dan merendahkan martabat Aceh. Ia menyebut bahwa tindakan membenarkan perampasan 4 pulau ini bukan hanya mencederai hubungan antardaerah, tetapi juga mengabaikan prinsip konstitusional yang menjamin keadilan wilayah.
“Kami tidak anti dialog, tapi kami anti perampasan. Elite Sumut yang menyerang Aceh harus paham: ini bukan perang narasi, ini tentang hak dan sejarah. Jangan asal komentar tanpa mengkaji ulang dokumen, bukti lapangan, dan suara masyarakat adat Aceh Singkil,” ucapnya tajam. (*)
HMI FISIP USK menyerukan agar pemerintah pusat menghentikan pendekatan sepihak dalam persoalan batas wilayah dan membuka ruang dialog ulang secara adil. Sengketa ini harus diselesaikan dengan melibatkan tokoh adat, pakar geospasial independen, dan masyarakat sipil.
“Kami akan terus berdiri membela hak Aceh. Jika pusat dan Sumut tidak mau mendengar, maka kami akan bersuara lebih keras di setiap forum hukum, publik, dan konstitusional,” tutup Ketum HMI FISIP USK.