Sejak dilantik sebagai Penjabat Gubernur Aceh pada Kamis 22 Agustus 2024, oleh Mendagri, Muhammad Tito Karnavian, Safrizal ZA, diminta langsung “tancap gas”.
Sebab, pada saat itu dia langsung dihadapkan dengan dua agenda besar, yaitu Pekan Olahraga Nasional (PON) yang berlangsung pada September 2024 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akhir November 2024.
Penunjukan sebagai Pj Gubernur Aceh, terbilang mendadak, sebab Pj Gubernur Aceh yang saat itu dijabat oleh Bustami Hamzah harus mengundurkan diri sebab ikut kontestasi mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh.
Maka saat itu Kemendagri harus mencari sosok pengganti Bustami yang dapat bekerja menyukseskan PON yang saat itu tinggal menunggu hitungan hari, menyusul kemudian Pilkada Aceh.
Akhirnya, posisi strategis tersebut dipercayakan kepada putra asal Aceh, Safrizal, orang yang dianggap matang dalam dunia birokrasi. Safrizal kala itu masih menjabat sebagai Pj Gubernur Bangka Belitung.
Safrizal menceritakan pada hari pertama datang ke Aceh dia dihadapkan dengan tantangan besar, yaitu PON. Di dadanya dia memasang name tag H-16 sebagai pengingat bahwa PON sudah di depan mata.
“Saya selalu mengingatkan diri saya, day by day yang harus saya hadapi. Sampai dengan hari H pelaksanaan PON yang merupakan pesan dari Mendagri harus sukses. Tidak ada cerita gagal, tidak ada cerita kurang sempurna,” sebutnya saat wawancara khusus dengan Waspada, Jumat malam (24/1/2024).
Lebih lagi PON itu merupakan event nasional terakhir yang akan dihadiri oleh Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia. Selain itu, PON pertama bagi Aceh setelah berpuluh-puluh tahun menanti.
Safrizal segera bergerak cepat memastikan kesiapan venue, sebagian di antaranya bahkan baru mencapai 40–50 persen saat itu. Dengan kontrol ketat siang dan malam, ia memastikan semua persiapan rampung tepat waktu.
“Memang kata kuncinya adalah kerja keras, kerja cerdas, kolaboratif. Selain itu kerja detail, prediksi risiko, dan pengambilan keputusan cepat,” tambahnya.
PON Ubah Citra Aceh
PON 2024 menjadi ajang istimewa, tidak hanya sebagai event olahraga nasional terakhir yang dihadiri Presiden Joko Widodo, tetapi juga karena Aceh untuk pertama kalinya menjadi tuan rumah. Dengan tagline “Aceh Hospitality,” Safrizal dan timnya sukses mengubah citra Aceh di mata nasional.
“Sebelumnya, Aceh sering dikaitkan dengan konflik, tsunami, atau ganja. Namun melalui PON, kami tunjukkan bahwa Aceh adalah tempat yang ramah, nyaman, dan penuh kehangatan,” jelas mantan Pj Gubernur Kalimantan Selatan ini.
Ia menceritakan banyaknya kesan positif yang dirasakan kontingen PON. Masyarakat Aceh dinilai sangat ramah, harga makanan tetap stabil, dan pelayanan maksimal.
“Bahkan, HP atau dompet yang hilang bisa kembali lagi. Ini menunjukkan kejujuran masyarakat Aceh,” tambahnya.
Selain sukses penyelenggaraan, Aceh juga berhasil secara prestasi dengan meraih peringkat 6 nasional, membuktikan bahwa kontingen Aceh mampu bersaing di kancah olahraga.
“Jadi di samping menyiapkan venue-venue, menyiapkan pertandingan, juga memastikan kontingen Aceh tidak malu-maluin dalam bidang prestasi. Jadi saya harus memberikan semangat, mengecek juga kontingen-kontingen.” jelasnya.
Di samping sukses penyelenggaraan, sukses prestasi juga PON di Aceh sukses administrasi. Sukses administrasi yang dimaksud adalah tidak ada musibah baru paska PON. Semua pembayaran kepada vendor dilakukan setelah melalui proses audit ketat.
“Saya tahu ada kekecewaan dari vendor karena pembayaran sempat tertunda hingga November. Namun, ini demi memastikan tidak ada masalah administrasi setelah PON selesai,” katanya.
Langkah ini terbukti efektif. Hingga kini, tidak ada persoalan serius terkait administrasi PON di Aceh. “Alhamdulillah, tidak ada musibah pasca-PON. Kami memastikan semuanya diaudit untuk menjamin kesuksesan di semua lini,” ujar Safrizal.
Kesuksesan PON 2024 di Aceh menjadi bukti kepemimpinan Safrizal yang tangguh dan strategis, sekaligus membawa wajah baru Aceh yang lebih positif dan menjanjikan.
Sukses Pilkada
Selain sukses di agenda pertama, di masa kepemimpinan Safrizal, Aceh berhasil mencatat sejarah dengan sukses menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung aman, lancar, dan demokratis.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran Safrizal, pejabat yang diamanahkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memfasilitasi jalannya Pilkada di wilayah tersebut.
Meski sempat diprediksi akan terjadi kericuhan hingga aksi kekerasan sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya, Safrizal menyebut bahwa Pilkada kali ini berhasil dilaksanakan tanpa ekses negatif yang berarti.
“Alhamdulillah, berkat koordinasi intensif dengan petugas keamanan dan para kandidat, situasi dapat terkendali. Kami juga berkomunikasi dengan Pj bupati dan wali kota agar tidak terjadi kegaduhan di masing-masing daerah,” ujarnya.
Selain itu, Safrizal juga menginisiasi kampanye pemilu damai dengan berbagai tagline yang menekankan pentingnya mencari pemimpin tanpa harus mengorbankan nyawa. “Pemilu adalah proses demokrasi untuk memilih pemimpin, tidak perlu ada korban berdarah-darah,” tegasnya.
Hasilnya, Pilkada Aceh berlangsung lancar tanpa adanya gugatan atau konflik yang signifikan. Semua pihak, baik pemenang maupun yang belum terpilih, saling menerima hasil dengan lapang dada.
“Alhamdulillah, ridho Allah ini semua. Pilkada ini salah satu yang terbaik yang pernah kita jalankan,” tambahnya.
Jaminan Netralitas Aparatur
Salah satu kunci sukses Pilkada Aceh, menurutnya adalah pentingnya menjaga netralitas aparatur pemerintah. Safrizal menegaskan bahwa sejak awal dirinya telah mengingatkan seluruh aparatur untuk memahami aturan yang berlaku dan menjaga diri agar tidak melanggar.
“Saya sampaikan kepada mereka, jaga dirimu dan keluargamu. Jangan sampai anda menjadi korban karena ketidaktahuan. Pelajari apa yang boleh dan apa yang dilarang,” katanya.
Hasilnya, tidak ada satu pun aparatur yang dijatuhi hukuman akibat pelanggaran selama Pilkada. Bahkan, tidak ada laporan pelanggaran kampanye sejak masa kampanye dimulai hingga selesai.
“Artinya, mereka mendengarkan apa yang saya katakan dan menjalankan tugas dengan adil dalam memfasilitasi penyelenggaraan Pilkada,” jelasnya.
Pilkada Aceh tahun ini menjadi contoh nyata keberhasilan demokrasi yang damai dan tertib. Safrizal pun berharap prestasi ini dapat menjadi inspirasi untuk Pilkada yang akan datang agar menyelenggarakan pemilu yang jurdil dan aman.
Penyaluran RLH Transparan
Kebijakan lain dari Safrizal yang disenangi oleh kalangan masyarakat Aceh adalah penyaluran rumah layak huni yang transparan.
Di mana, mulai dari daftar penerima rumah layak huni diumumkan dalam website Pemerintah Aceh dan media massa. Hal ini menurut dia agar masyarakat berkesempatan memberi masukan atau mengoreksi jika ada calon penerima yang dinilai tidak tepat sasaran.
Selain itu, Pj Gubernur Aceh, Safrizal ZA, beberapa kali turun langsung ke lapangan dalam rangka memverifikasi kelayakan rumah bantuan dari Pemerintah Aceh ini. Seperti yang dilakukan di Gampong Alue Pande, Kecamatan Panga, Aceh Jaya, di Gampong Blang Dalam, Kecamatan Jeumpa, Bireuen dan di Gampong Gue, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar.
Pj Gubernur menegaskan, kehadiran dirinya bukan hanya untuk memverifikasi, tetapi juga untuk memastikan tidak ada agen atau orang yang mencari keuntungan dengan program rumah layak huni ini.
“Saya hadir langsung untuk memastikan bahwa penerima benar-benar layak dan tidak ada orang yang mencari keuntungan dari program ini. Pak Geuchiek, tolong jaga dan pastikan tidak ada yang bermain,” ucap Safrizal kepada Geuchiek Gampong Gue Aceh Besar.
Kemiskinan Aceh Turun
Di masa kepemimpinan Safrizal, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat angka kemiskinan di Provinsi Aceh turun dari 14,23 persen pada Maret 2024 menjadi 12,64 persen pada September 2024.
Penurunan sebesar 1,59 persen ini merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir sejak 2019 dan menempatkan Aceh sebagai provinsi dengan penurunan kemiskinan tertinggi di Sumatera dan peringkat ketiga secara nasional.
Jumlah penduduk miskin di Aceh, menurut catatan BPS berkurang sebanyak 85.570 orang dalam enam bulan, dari 804.530 orang pada Maret 2024 menjadi 718.960 orang pada September 2024.
Meski begitu, Safrizal tetap berharap agar perekonomian di Aceh dapat terus digenjot. Salah satunya dengan mendatangkan investor yang mau berinvestasi di Aceh. Sebab mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) saja tidak cukup untuk menggerakkan perekonomian secara optimal.
“Secara nasional, sektor swasta memiliki kontribusi sepuluh kali lipat lebih besar dibandingkan APBN. Jika APBA Aceh sebesar Rp11 triliun, maka kita membutuhkan kontribusi sektor swasta hingga sepuluh kali lipat agar ekonomi bergerak dan membuka lapangan kerja,” ujar Safrizal.
Karena itu, menurutnya, sektor swasta harus mengambil peran lebih besar dalam pengembangan ekonomi Aceh. Baik di sektor UMKM, sektor industri, pertanian, peternakan, maupun pertambangan.
Safrizal menjelaskan bahwa sektor pertanian dan kehutanan saat ini menjadi kontributor terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh. Namun, sektor ini cenderung stabil tanpa pertumbuhan yang signifikan, sehingga pengembangan sektor lain, seperti industri dan pertambangan, sangat dibutuhkan.
Di samping menghidupkan industri dan pertambangan, Pj Gubernur Aceh juga menyoroti pentingnya menciptakan iklim investasi yang nyaman untuk menarik investor.
Meski Aceh dikenal aman dengan tingkat kriminalitas rendah, tantangan seperti pungutan liar, retribusi tak jelas, dan praktik suap-menyuap harus dihilangkan.
Harapan di Akhir Masa Jabatan
Menjelang berakhirnya masa tugas sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, meminta kepada gubernur dan wakil gubernur Aceh yang akan dilantik mampu mengutamakan pendekatan berbasis data untuk menyelesaikan berbagai persoalan mendesak yang dihadapi Provinsi Aceh.
Dalam wawancara khusus dengan Waspada Aceh, Safrizal menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap kondisi dan kebutuhan masyarakat sebagai langkah awal dalam memimpin.
“Kita tidak akan bisa mengubah sesuatu jika tidak mengerti persoalan yang kita hadapi. Ibaratnya, kalau sakit kepala dikasih obat sakit kaki, tidak akan sembuh. Gubernur baru harus memahami data yang akurat,” ungkap Safrizal yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri.
Misalnya, pada sektor pendidikan, di mana rata-rata lama sekolah masyarakat Aceh hanya mencapai 9,46 tahun, setara dengan kelas 1 SMA. Tingginya angka putus sekolah ini memerlukan solusi segera.
“Kita perlu tahu mengapa ini terjadi. Apakah karena faktor ekonomi, akses pendidikan, atau penyebab lainnya? Ini harus dipecahkan,” tegasnya.
Kemudian, kemiskinan Aceh yang berada pada angka 14 persen, yang dianggap cukup tinggi. Menurutnya, gubernur yang baru nanti harus memahami akar penyebab kemiskinan ini agar solusi yang diberikan tepat sasaran.
“Kalau tidak tahu kenapa kemiskinan ini tinggi, maka kita tidak tahu obatnya apa,” tambahnya.
Selain itu, menciptakan lapangan pekerjaan harus menjadi prioritas. Sektor ekonomi dan industri kecil perlu juga mendapatkan dukungan agar dapat berkembang dan menciptakan lebih banyak peluang kerja.
Di samping itu, Pj Gubernur Safrizal juga mengingatkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang semakin terbatas. Oleh karena itu pentingnya penggunaan anggaran yang efisien, efektif, dan tepat sasaran.
Artinya, tidak menggangarkan atau membelanjakan hal-hal yang tidak penting, selain untuk kepentingan masyarakat.
“Jangan sampai terjebak pada proyek kecil yang tidak relevan dengan penyelesaian masalah besar Aceh. Anggaran harus digunakan untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Untuk mempercepat akselerasi pembangunan, ia juga mengingatkan gubernur yang akan dilantik nantinya agar tidak terjebak dalam proses birokrasi yang memakan waktu lama.
Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) juga perlu segera dilakukan agar program-program prioritas dapat dilaksanakan tanpa hambatan. (*)