Bupati Aceh Selatan Dinilai Abaikan Dua Instruksi Gubernur Aceh, Potensi Konflik dan Masalah Tata Kelola SDA Mengemuka

Redaksi Bara News

- Redaksi

Rabu, 8 Oktober 2025 - 00:37 WIB

50235 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tapaktuan – Ketua Barisan Muda Aceh Selatan (BARMAS), Muhammad Arhas, menilai Bupati Aceh Selatan mengabaikan dua instruksi penting Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) yang berkaitan langsung dengan tata kelola sumber daya alam dan penataan pertambangan rakyat. Keterlambatan, bahkan terkesan pembiaran, terhadap dua kebijakan tersebut dinilai sebagai bentuk lemahnya komitmen pemerintah kabupaten Aceh Selatan dalam membenahi sektor sumber daya alam yang selama ini sarat masalah, tumpang tindih, dan rawan konflik sosial.

Instruksi pertama yang dinilai diabaikan adalah Surat Gubernur Aceh Nomor 500.10.25/2656, yang ditujukan kepada seluruh bupati dan wali kota (kecuali Banda Aceh dan Sabang). Surat tersebut menegaskan agar pemerintah daerah segera mengusulkan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai implementasi dari mandat Pasal 22 PP Nomor 96 Tahun 2021 dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

Namun hingga kini, kata Arhas, Kabupaten Aceh Selatan belum juga mengusulkan penetapan WPR ke Gubernur Aceh, sementara kabupaten lain seperti Aceh Barat, Aceh Jaya, Gayo Lues, dan Pidie telah mengirimkan usulan lengkap berikut peta dan justifikasi teknisnya.

“Ini bukan hanya soal administratif. Ini soal keberpihakan kepada penambang rakyat dan kepastian hukum. Di Aceh Selatan, ribuan penambang rakyat terus beraktivitas tanpa dasar hukum yang jelas karena pemerintah daerah lamban merespons instruksi gubernur,” tegas Arhas dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 7 Oktober 2025.

BARMAS menilai, ketidakseriusan Pemkab Aceh Selatan dalam mengusulkan WPR berpotensi memperpanjang praktik tambang ilegal, serta membuka ruang bagi kriminalisasi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor tambang rakyat. Padahal, berdasarkan data Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Aceh Selatan, sedikitnya 1.200 penambang rakyat di beberapa kecamatan saat ini bekerja tanpa legalitas formal, sebagian besar di wilayah Kluet Tengah, Pasie Raja, Samadua, Sawang, Meukek hingga Labuhanhaji Barat.

Instruksi kedua yang juga dinilai diabaikan adalah Instruksi Gubernur Aceh Nomor 08/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan/Non-Perizinan Sektor Sumber Daya Alam. Regulasi ini menegaskan pentingnya evaluasi terhadap izin usaha pertambangan, kehutanan, dan perkebunan yang bermasalah, termasuk izin yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dan Permendagri Nomor 138 Tahun 2017 tentang Evaluasi Perizinan Daerah.

“Sayangnya, hingga kini belum ada langkah tegas dari Bupati untuk menindaklanjuti evaluasi perizinan di sektor pertambangan dan perkebunan di Aceh Selatan, padahal potensi pelanggarannya nyata,” ujar Arhas.

Ia mencontohkan, hingga kini PT Pinang Sejati Utama (PSU) dan Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis di kawasan Manggamat, Kluet Tengah, belum tersentuh evaluasi mendalam meski disebut dalam laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran tata batas kawasan hutan dan izin operasional. Sementara konflik lahan antara PT ASN dan masyarakat di Trumon masih terus berlarut tanpa penyelesaian yang transparan.

Lebih lanjut, PT ALIS, perusahaan yang diduga menggarap lahan tanpa Izin Hak Guna Usaha (HGU) dan terindikasi melakukan pembakaran hutan di wilayah Trumon Timur, juga belum mendapat tindakan konkret.

Arhas mendesak agar Pemkab segera melakukan audit legalitas dan verifikasi lapangan bersama DLHK, Dinas ESDM, dan ATR/BPN.

“Penegakan tata kelola sumber daya alam bukan hanya soal izin, tapi juga soal keadilan ekologis dan sosial. Jika pemerintah daerah diam, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum dan pemerintah,” tegasnya.

Selain itu, BARMAS juga menyoroti 8 IUP Eksplorasi yang masih aktif di Aceh Selatan yang menurutnya perlu segera dievaluasi, terutama dalam konteks kesesuaian izin dengan RTRW Aceh Selatan serta status kawasan hutan. “Kami menduga beberapa IUP tidak memenuhi syarat teknis dan administratif, serta berpotensi menimbulkan konflik horizontal dan konflik agraria,” kata Arhas.

Ia juga menyoroti pemberian rekomendasi Bupati Aceh Selatan untuk IUP Eksplorasi kepada PT Kinston Abadi Mineral di Kecamatan Trumon Tengah dan Trumon Timur. Menurut Arhas, lokasi tersebut merupakan daerah rawan banjir dan konflik sosial. Data BPBD Aceh Selatan menunjukkan bahwa Trumon Tengah dan Trumon Timur merupakan wilayah dengan frekuensi banjir tahunan tertinggi, sehingga tidak layak dijadikan area eksplorasi tambang tanpa studi AMDAL yang mendalam.

“Keputusan memberikan rekomendasi tanpa konsultasi publik dan tanpa kajian lingkungan justru menunjukkan lemahnya tata kelola. Ini bertentangan dengan Pasal 39 ayat (3) UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengharuskan setiap kegiatan berisiko tinggi terhadap lingkungan disertai kajian AMDAL dan persetujuan masyarakat,” tegasnya.

Menurut BARMAS, dua instruksi gubernur tersebut semestinya menjadi momentum bagi Pemkab Aceh Selatan untuk melakukan pembenahan menyeluruh di sektor sumber daya alam, bukan justru diabaikan. Arhas mendesak aparat penegak hukum dan Inspektorat Aceh untuk turun langsung mengevaluasi kepatuhan Bupati terhadap kedua instruksi gubernur tersebut.

“Jika instruksi gubernur saja diabaikan, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa pemerintah Aceh Selatan menjalankan prinsip tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada rakyat?” tutup Arhas. (*)

Berita Terkait

Kisruh di MUQ Berakhir Damai, Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Kapolres Aceh Selatan Gelar Program “Sawaeu Kupi” Serap Aspirasi Masyarakat Aceh Selatan
Hadi Surya Serap Aspirasi Masyarakat Aceh Selatan dalam Reses III Tahun 2025
Desak Evaluasi IUP Tak Produktif, GeMPA Ingatkan Bupati Aceh Selatan Taat Instruksi Gubernur
Ketua PeTA: Cukup Rp 2 Triliun dari Lebih Rp100 T Dana Otsus Telah Dikucurkan Dijadikan Tabungan Abadi, Semua Mantan Kombatan GAM Bisa Hidup Layak
Bang Iwan Nilai Opini Rafly Kande Berpandangan Sempit dan Abaikan Hak Rakyat atas Tambang
Penambang Tradisional Tolak Penutupan Tambang Ilegal oleh Gubernur Aceh
Legalisasi Tambang Rakyat, Jalan Tengah Penertiban Tambang Ilegal di Aceh

Berita Terkait

Rabu, 22 Oktober 2025 - 02:48 WIB

Bea Cukai Tanjung Pinang Pelajari Strategi Pengelolaan Media di Aceh Customs Media Hub

Rabu, 22 Oktober 2025 - 01:44 WIB

Peusijuek Mahasiswa Baru, 220 Anak PAI UIN Ar-Raniry Resmi Disambut Penuh Khidmat

Selasa, 21 Oktober 2025 - 01:58 WIB

Prodi PAI & HMP PAI UIN Ar-Raniry Peduli Palestina

Senin, 20 Oktober 2025 - 20:21 WIB

Fakultas Hukum USM Jalin Silaturahmi dan Audiensi dengan PERATIN Aceh

Senin, 20 Oktober 2025 - 04:24 WIB

Aminullah Usman: Menumpas Kemiskinan dari Akar, Membangun Aceh Lewat UMKM dan Wisata

Senin, 20 Oktober 2025 - 00:37 WIB

Pemilik Akun TikTok Saif Lofitr : Tuduh Wartawan Tak Bisa Dipercaya. Ini Tanggapan PWI Aceh

Minggu, 19 Oktober 2025 - 10:33 WIB

Camat Diminta Buka Suara, Kritik IMPS Dinilai Sebagai Tanda Kepedulian Anak Muda Samadua

Minggu, 19 Oktober 2025 - 08:55 WIB

SMPA Kecam Ucapan Bupati Aceh Besar yang Dinilai Feodal dan Diskriminatif

Berita Terbaru