GAYO LUES – Perang melawan narkotika terus digelorakan di Kabupaten Gayo Lues. Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Gayo Lues mengambil langkah strategis dengan menggandeng pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat untuk mendorong budidaya kopi sebagai alternatif pengganti tanaman ganja yang masih dijumpai di sejumlah wilayah dataran tinggi tersebut.
Dalam forum komunikasi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) yang digelar di Logon Caffe, Kamis (19/6/2025), Kepala BNNK Gayo Lues, Fauzul Iman, ST., M.Si menyampaikan tekad lembaganya untuk terus menekan praktik kultivasi tanaman terlarang melalui pendekatan berbasis potensi lokal.
“Kita berkomitmen bersama Bupati Gayo Lues untuk menjadikan kopi sebagai primadona. Ini bukan sekadar komoditas unggulan, tapi juga strategi untuk menekan penanaman ganja,” ujar Fauzul dalam sambutannya.
Menurut Fauzul, salah satu tantangan terbesar dalam pemberantasan narkoba di Gayo Lues adalah keberadaan ladang ganja tersembunyi yang berada di wilayah-wilayah terpencil dan sulit dijangkau. Untuk itu, BNNK akan melakukan pemetaan wilayah rawan guna mengambil tindakan dini dan mendorong transformasi ekonomi masyarakat.
“Langkah awal kita adalah mengidentifikasi wilayah rawan peredaran narkoba dan zona tanaman terlarang, kemudian kita dorong alternatif pertanian yang sah dan menguntungkan seperti kopi,” ungkapnya.
Lebih jauh, Fauzul menekankan bahwa penyalahgunaan narkotika di Gayo Lues tidak terbatas pada ganja saja, tetapi juga jenis-jenis narkoba lainnya seperti sabu-sabu dan ekstasi. Karena itu, BNNK mendorong kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah desa, tokoh agama, institusi pendidikan hingga aparat hukum.
“Semua pihak harus bekerjasama. Ini bukan hanya tugas BNNK, tapi tanggung jawab bersama untuk menyelamatkan masyarakat, khususnya generasi muda, dari ancaman narkoba,” kata Fauzul.
Ia juga mengaitkan misi besar ini dengan cita-cita nasional Indonesia Emas 2045, di mana generasi muda Indonesia diharapkan menjadi sumber daya unggul yang bebas dari bahaya narkotika.
“Kami berniat untuk bersama-sama menyelamatkan generasi muda dalam menghadapi Indonesia emas 2045. Tanpa generasi sehat dan bersih dari narkoba, kita tidak akan pernah sampai ke sana,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan Linmas Kabupaten Gayo Lues, Roni Ismunandar, dalam kesempatan yang sama, menyatakan dukungannya terhadap langkah strategis BNNK. Menurutnya, pemberantasan narkoba memerlukan penguatan koordinasi dan komunikasi lintas sektor.
“Semua sektor harus terlibat aktif, tidak cukup hanya penindakan hukum. Perlu pendekatan kultural, edukatif dan partisipatif,” ujar Roni.
Ia juga mendorong penguatan peran desa dalam upaya pencegahan narkoba. Melalui regulasi dan kebijakan desa, pemerintah lokal dapat memberikan kontribusi nyata dalam membentengi warganya dari bahaya narkotika.
“Kita perlu memberdayakan desa melalui program konkret, mulai dari pendidikan bahaya narkoba, penyuluhan keagamaan, hingga pengawasan sosial di tingkat komunitas,” jelasnya.
Roni juga menegaskan pentingnya dukungan anggaran dan kebijakan dari legislatif daerah untuk memperkuat peran BNNK dan aparat penegak hukum.
“Dukungan kebijakan dan anggaran itu penting, tapi lebih penting lagi pengawasan sosial dari masyarakat. Karena narkoba itu masuk ke rumah kita tanpa ketok pintu,” ucapnya.
Ia berharap forum komunikasi P4GN yang digelar ini tidak hanya menjadi seremonial, tetapi menghasilkan rumusan strategi yang konkret dan berkelanjutan.
“Forum ini harus mampu melahirkan langkah-langkah strategis yang implementatif dan konsisten, karena ancaman narkoba ini bukan musuh kecil,” tutupnya.
Di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi oleh Gayo Lues, kopi mulai diposisikan bukan hanya sebagai komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai simbol perjuangan. Masyarakat diharapkan dapat melihat budidaya kopi sebagai jalan keluar dari ketergantungan ekonomi terhadap ganja yang ilegal dan berisiko hukum.
Gayo Lues selama ini dikenal memiliki kualitas kopi arabika yang potensial dan diminati pasar ekspor. Melalui program pendampingan dan insentif pertanian, BNNK bersama Pemerintah Kabupaten berharap masyarakat akan beralih secara sukarela dan berkelanjutan.
Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan “soft power” dalam pemberantasan narkoba—tidak hanya dengan penegakan hukum, tetapi dengan memberikan alternatif nyata dan menjanjikan bagi para petani dan pemuda desa.
Dengan strategi ini, Gayo Lues ingin membuktikan bahwa perang melawan narkoba bisa dimenangkan bukan hanya dengan senjata, tapi juga dengan secangkir kopi. (Abdiansyah)