Banda Aceh | Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aceh Melawan menggugah kembali kesadaran publik akan pentingnya menjaga identitas dan marwah Aceh. Dalam aksi damai yang digelar di halaman Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, mereka mengibarkan bendera merah berlambang Bintang Bulan—sebuah simbol yang selama ini menjadi representasi identitas Aceh yang bermartabat.
Koordinator Gerakan Aceh Melawan, Ilham Rizky, menegaskan bahwa pengibaran bendera Bintang Bulan dalam aksi tersebut bukanlah bentuk perlawanan terhadap Pemerintah Pusat, melainkan pernyataan politik atas identitas dan harga diri rakyat Aceh. “Jelas, ini identitas,” kata Ilham kepada wartawan usai aksi yang berlangsung pada Senin, 16 Juni 2025.
Menurutnya, pengibaran bendera Aceh, yang saat ini masih dalam status “cooling down” usai disahkan dalam Qanun Bendera dan Lambang Aceh, merupakan simbol penting dalam menjaga marwah daerah. “Ini bukan isu merdeka, tapi isu memperjuangkan marwah dan harga diri rakyat Aceh,” lanjutnya.
Aksi yang dimulai sejak pagi itu dilakukan sebagai bentuk protes atas keputusan sepihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memasukkan empat pulau di wilayah Aceh Singkil ke dalam administrasi Provinsi Sumatera Utara. Keempat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang.
Para peserta aksi membawa sejumlah atribut khas Aceh, termasuk bendera Bintang Bulan dan menyanyikan lagu “Pusaka Nanggroe” di tengah teriknya cuaca Banda Aceh. Aksi itu berlangsung tertib, namun penuh dengan semangat membara dari para mahasiswa yang menuntut kejelasan atas hak Aceh dalam konteks administrasi wilayah dan perjanjian damai.
Ilham Rizky menegaskan bahwa aksi ini juga merupakan pengingat bagi Pemerintah Pusat bahwa rakyat Aceh tidak lupa terhadap kesepakatan damai yang telah disepakati bersama dalam MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Indonesia harus ingat, damai bukan berarti menyerah. Jadi jangan sulut konflik ini kembali terjadi,” pungkas Ilham.
Aksi ini menandai bahwa Aceh masih menyimpan bara semangat perlawanan, bukan untuk merdeka, tetapi untuk dihormati. Bintang Bulan yang berkibar di jantung ibu kota provinsi bukan sekadar simbol politik, melainkan ekspresi historis dan kultural dari sebuah masyarakat yang terus berjuang mempertahankan kehormatan dan identitasnya di tengah arus kebijakan nasional yang dianggap mengabaikan kesepakatan dan keadilan. (*)