Lhokseumawe — Bea Cukai Lhokseumawe kembali menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah terdampak banjir dan longsor di Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Pengiriman bantuan tahap lanjutan ini dilakukan menyusul kondisi lapangan yang hingga kini masih memprihatinkan, baik dari sisi infrastruktur, logistik, maupun ketersediaan energi.
Kepala Kantor Bea Cukai Lhokseumawe, Agus Siswadi, mengatakan bahwa situasi di Kecamatan Permata dan sekitarnya masih jauh dari pulih. “Akses menuju lokasi masih sulit. Jembatan di Gampong Seni Antara belum bisa dilewati, sehingga warga maupun relawan harus menyeberangi sungai di bawah jembatan. Alat berat untuk pemasangan jembatan bailey sudah disiagakan, namun operasionalnya terhambat oleh keterbatasan BBM,” ujar Agus dalam laporan lapangan, Selasa (9/12).
Hingga kini, kendaraan roda empat belum dapat menjangkau beberapa titik terdampak. Motor hanya bisa melintas melalui jalur alternatif atau jalan tikus dari Simpang Buntul Putri menuju Takengon. Kondisi ini membuat distribusi logistik berlangsung lebih lambat dan mengandalkan tenaga warga serta relawan di lapangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sektor energi, kelangkaan BBM menjadi tantangan utama. Kekurangan pasokan BBM tidak hanya menyulitkan mobilitas warga, tetapi juga menghambat operasional alat berat yang diperlukan untuk membersihkan material longsor.
Sementara itu, suplai listrik hanya hidup dalam durasi singkat dan terbatas pada beberapa wilayah, mengandalkan mesin diesel darurat. Situasi ini memperburuk kondisi warga yang membutuhkan penerangan dan akses komunikasi.
Saat ini tersedia cadangan bantuan beras yang didistribusikan melalui mekanisme penjemputan di gudang logistik sebelum diserahkan kepada camat. Warga pun mulai membentuk posko-posko swadaya sebagai upaya menjaga kelancaran distribusi antar kampung.
Tidak hanya akses, tekanan ekonomi juga dirasakan masyarakat. Harga beras di Simpang Uling kini mencapai Rp235.000 per 15 kg, bahkan lebih mahal di area dekat jembatan runtuh, yakni Rp250.000 per 15 kg. Sementara itu, beras Bulog dijual pada harga Rp56.000 per 5 kg, namun ketersediaannya terbatas.
“Kondisi ini membuat warga terpaksa berjalan kaki hingga puluhan kilometer untuk mendapatkan kebutuhan pokok. Banyak dari mereka membawa anak dan barang seadanya,” tutur Agus.
Melihat kondisi tersebut, Bea Cukai Lhokseumawe merencanakan penggeseran titik penurunan bantuan Kementerian Keuangan agar lebih dekat dengan wilayah terdampak longsor. Harapannya, warga tidak lagi harus berjalan jauh melewati medan berat hanya untuk menerima bantuan.
“Kami berupaya memastikan bantuan sampai ke tangan warga yang benar-benar membutuhkan, sekaligus mengurangi risiko mereka menempuh perjalanan berbahaya,” kata Agus.
Bea Cukai Lhokseumawe memastikan bahwa penyaluran bantuan akan terus dilanjutkan selama kondisi darurat belum berakhir, bekerja sama dengan pemerintah daerah, relawan, dan komunitas masyarakat setempat.


































