Banda Aceh, 18 Juni 2025 — Komitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan berkeadilan gender terus diperkuat oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Aceh. Dalam semangat tersebut, Kanwil Bea Cukai Aceh menyelenggarakan kegiatan Sharing Session Pengarustamaan Gender secara daring pada Rabu, 18 Juni 2025, pukul 09.00 WIB, dengan mengangkat tema “Mengatasi Tantangan Peran Ganda Perempuan: Kebijakan dan Dukungan untuk Keseimbangan Kerja dan Keluarga.”
Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda penting reformasi birokrasi tematik yang digaungkan oleh DJBC, khususnya dalam mendukung implementasi Pengarustamaan Gender (PUG) di lingkungan kerja pemerintah. Sharing session ini tidak hanya bertujuan memberikan pemahaman konseptual mengenai isu gender, tetapi juga mendorong terciptanya kebijakan internal yang mendukung keseimbangan antara peran profesional dan peran domestik, khususnya bagi pegawai perempuan.
Acara ini menghadirkan narasumber utama, Meutia Juliana, S.STP., M.Si, selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Aceh. Dalam pemaparannya yang komprehensif dan reflektif, Meutia mengajak seluruh peserta memahami persoalan gender secara utuh—bukan sebagai konflik antara laki-laki dan perempuan, tetapi sebagai masalah struktural dan sosial yang harus disikapi dengan pendekatan sistemik dan kolaboratif.
Meutia menekankan bahwa persoalan gender bukan konflik identitas, bukan pula gerakan anti-laki-laki. Persoalan ini dapat menimpa siapa pun, termasuk laki-laki, dan menjadi tanggung jawab bersama. Menurutnya, gender adalah konstruksi sosial yang bisa berubah dan bukan kodrat tetap yang ditentukan secara ilahiah. Oleh sebab itu, pendekatan kebijakan publik dan kelembagaan harus fleksibel dan inklusif dalam merespons isu-isu ketimpangan yang ada.
Lebih lanjut, Meutia menekankan pentingnya keberpihakan terhadap peran strategis perempuan dalam dunia kerja dan pembangunan. Perempuan, menurutnya, bukan hanya penerima manfaat dari program-program pembangunan, tetapi juga merupakan aktor penting dalam proses perubahan sosial. Sebagai pemimpin, inovator, pengambil keputusan, pemberi masukan, hingga agen transformasi sosial, perempuan memiliki kapasitas penuh untuk menggerakkan perubahan dalam institusi maupun masyarakat.
Berbagai indikator pembangunan seperti Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Kualitas Keluarga (IKK), hingga kebijakan Pemerintah Aceh seperti Qanun Perlindungan Perempuan dan Anak serta Peraturan Gubernur tentang cuti melahirkan turut disorot dalam sesi ini sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah terhadap isu kesetaraan gender.
Sharing session ini menjadi momen reflektif bagi seluruh peserta, khususnya pegawai Bea Cukai di seluruh Aceh, untuk meninjau kembali praktik dan kebijakan internal. Berbagai tantangan seperti beban kerja yang tidak proporsional, keterbatasan akses perempuan pada posisi strategis, serta minimnya mekanisme pengaduan sensitif gender menjadi perhatian bersama yang perlu dijawab melalui kebijakan institusional yang berpihak.
Kepala Kanwil Bea Cukai Aceh yang juga turut hadir dalam sesi tersebut menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk transformasi budaya kerja yang berkeadilan. Ia mendorong setiap satuan kerja untuk membuka ruang dialog dan introspeksi internal agar nilai-nilai kesetaraan tidak sekadar menjadi jargon, tetapi benar-benar menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.
Dengan kegiatan seperti ini, Bea Cukai Aceh berharap seluruh pegawai, baik laki-laki maupun perempuan, dapat saling mendukung dalam menciptakan tempat kerja yang menghargai kontribusi dan peran semua pihak tanpa dibatasi oleh stereotip. Keseimbangan antara kerja dan kehidupan keluarga bukan lagi sekadar wacana, tetapi harus diwujudkan sebagai hak dasar dan prioritas bersama dalam membangun SDM unggul dan lingkungan kerja yang inklusif. (RED)