Banyuwangi — Badan Pusat Statistik (BPS) menegaskan uji coba digitalisasi bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Banyuwangi sebagai tonggak awal pembentukan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Program ini digagas untuk memastikan penyaluran bansos berlangsung lebih adil, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyampaikan bahwa Banyuwangi dipilih sebagai lokasi pertama uji coba karena dinilai siap secara infrastruktur dan kelembagaan. “Kami berangkat dari amanat Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025. BPS ditugasi membangun DTSEN, dan Banyuwangi menjadi lokasi dimulainya uji coba,” kata Ateng dalam Sosialisasi Portal Perlindungan Sosial (Perlinsos) di Aula Pendopo Bupati Banyuwangi, Kamis (18/9/2025).
DTSEN merupakan hasil integrasi tiga basis data utama, yakni Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) milik BPS dan Bappenas, Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), serta Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
“Tiga data itu kami padankan dengan data kependudukan dari Dukcapil. Hasilnya, setiap penduduk kini memiliki identitas tunggal dan bisa diverifikasi secara digital menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK),” ujarnya.
Dengan data yang telah terpadu, calon penerima bansos secara otomatis terhubung dengan berbagai variabel penilaian, mulai dari kepemilikan lahan, jenis pekerjaan, hingga kondisi sosial-ekonomi. Hal ini memungkinkan proses verifikasi dilakukan lebih efisien serta akurat.
Ateng menekankan bahwa DTSEN tak hanya bersifat statis, melainkan didesain dinamis untuk menyesuaikan perubahan kondisi sosial masyarakat. “Ada yang lahir, meninggal, pindah domisili, atau perubahannya secara status ekonomi. Updating data harus terus dilakukan, salah satunya melalui ground check di lapangan,” ujarnya.
Proses pembaruan data ke depan akan melibatkan koordinasi antara BPS dan Kementerian Sosial guna memastikan informasi yang tercatat senantiasa relevan dan terkini. Ia menambahkan, uji coba di Banyuwangi akan menjadi prototype yang akan dipelajari lebih lanjut sebelum diperluas ke daerah lain.
“Kalau masih ada kekurangan, tentu akan kita perbaiki bersama. Banyuwangi ini bukan akhir, tapi awal untuk ke depan yang lebih baik,” kata Ateng.
Pembentukan DTSEN, menurutnya, bukan sekadar upaya menciptakan efisiensi administratif. Program ini menjadi ikhtiar negara dalam menghadirkan keadilan sosial melalui pemanfaatan data yang terukur dan transparan.
“Dengan sistem ini, kita bisa lebih adil menilai siapa yang layak menerima bansos dan siapa yang sudah waktunya keluar dari daftar. Banyuwangi adalah langkah awal menuju keadilan itu,” ujarnya menegaskan.
Langkah Banyuwangi menjadi penting karena hasil uji coba akan menentukan bentuk akhir sistem bansos digital nasional yang lebih inklusif dan responsif terhadap dinamika sosial masyarakat.