Banda Aceh, 17 Juni 2025 — Ikatan Mahasiswa Pemuda Seramoe Mekah (IMP Seramoe Mekah) secara resmi menyatakan sikap keras terhadap sejumlah kebijakan pemerintah pusat yang dinilai mencederai kedaulatan dan martabat rakyat Aceh. Dalam pernyataan tegas yang dirilis ke publik, organisasi mahasiswa dan pemuda ini menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat Aceh, khususnya kalangan pemuda dan mahasiswa, untuk kembali menyuarakan referendum sebagai bentuk perlawanan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang terus berlangsung.
IMP Seramoe Mekah menilai bahwa sejumlah keputusan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat telah melukai perasaan rakyat Aceh dan melanggar semangat perdamaian yang dibangun melalui butir-butir kesepakatan dalam perjanjian Helsinki. Salah satu kebijakan yang paling disorot adalah pemindahan empat pulau dari wilayah administratif Aceh ke Provinsi Sumatera Utara, sebuah langkah yang dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap sejarah, geografi, dan keutuhan wilayah Aceh.
“Ini bukan sekadar soal pulau, tapi soal harga diri dan kedaulatan. Bangsa Aceh tidak pernah tunduk pada ketidakadilan, dan ketika dikhianati, maka kami akan bangkit,” tegas Marisi Saputra, perwakilan IMP Seramoe Mekah dalam pernyataan persnya.
Lebih lanjut, IMP Seramoe Mekah menyatakan bahwa pemerintah pusat telah menunjukkan sikap sewenang-wenang dalam menyikapi isu-isu strategis di Aceh. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak hanya tidak melibatkan masyarakat Aceh dalam proses pengambilan keputusan, tetapi juga mengabaikan suara lokal yang selama ini menyerukan pentingnya keadilan dan kedaulatan daerah. Hal ini menurut mereka bukan hanya soal perbedaan pandangan politik, tetapi telah menyentuh akar persoalan: hak untuk menentukan nasib sendiri.
IMP Seramoe Mekah menyampaikan dukungan penuh terhadap aksi damai yang dilakukan oleh Gerakan Aceh Melawan (GAM) di Kantor Gubernur Aceh, yang berlangsung beberapa waktu lalu. Aksi tersebut disebut sebagai simbol awal penting dalam membangun solidaritas rakyat Aceh secara menyeluruh, lintas generasi, dalam menolak segala bentuk penindasan struktural dari negara.
IMP juga menentang dengan keras rencana pembangunan empat batalion militer baru di Aceh yang menurut mereka merupakan langkah intimidatif dan menunjukkan sikap ketidakpercayaan pemerintah pusat terhadap perdamaian yang selama ini dijaga oleh rakyat Aceh. Kehadiran militer dalam skala besar dinilai justru dapat mencederai upaya rekonsiliasi yang sedang dibangun dan membuka luka lama konflik yang belum sepenuhnya pulih.
Dalam pernyataannya, IMP Seramoe Mekah menyerukan agar seluruh pemuda, mahasiswa, dan masyarakat Aceh dari seluruh kabupaten/kota untuk bangkit dan bersatu dalam menyuarakan referendum secara damai, sebagai bentuk hak asasi politik untuk menentukan nasib sendiri di tengah ketidakadilan yang semakin nyata. Mereka mengajak seluruh rakyat Aceh untuk mengibarkan bendera Bulan Bintang sebagai simbol perjuangan, keberanian, dan harga diri bangsa Aceh.
“Kami tegaskan, perjuangan ini adalah jalan damai. Ini bukan tentang melawan bangsa lain, melainkan tentang menuntut keadilan dan mempertahankan hak-hak kita sebagai bangsa yang bermartabat,” ujar Marisi Saputra.
IMP Seramoe Mekah menutup seruannya dengan ajakan terbuka kepada seluruh rakyat Aceh untuk tidak tinggal diam. Menurut mereka, diam berarti menyetujui, dan ketidakadilan yang dibiarkan akan menjadi warisan kelam bagi generasi Aceh berikutnya.
“Jika kita terus membisu, maka ketidakadilan akan menjadi warisan bagi generasi mendatang. Sudah saatnya kita bersatu dan menjaga tanah kelahiran ini dengan semangat dan keberanian,” tegas pernyataan akhir mereka. (*)