Banda Aceh – Temuan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslih) Aceh terkait adanya upaya perubahan, pengurangan dan penggelembungan suara di Kabupaten Aceh Timur merupakan persoalan serius yang harus ditindaklanjuti sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Indikasi adanya skandal konspirasi kecurangan pada pelaksana pesta demokrasi di Aceh Timur itu tercium semakin kuat setelah pihak Komisioner Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Timur secara nyata mengabaikan rekomendasi saran perbaikan Panwaslih Provinsi Aceh melalui surat yang ditujukan kepada KIP Aceh Timur nomor :38/ PM.00.01/K.AC/03/2024. tanggal 7 maret 2024 perihal : Saran Perbaikan Rekapitulasi. Dari data temuan Bawaslu tersebut terlihat jelas adanya pengurangan dan penggelembungan suara yang begitu fantastis dengan total mencapai puluhan ribu suara untuk DPR RI maupun DPD RI, dimana D Hasil Kecamatan sangat jauh berbeda dengan D Hasil Kabupaten.
“Kendatipun sudah dilakukan pencermatan, namun persoalan ini tetap harus ditindaklanjuti oleh Panwaslih karena secara aturan sudah memenuhi unsur pidana dan juga pelanggaran kode etik. Masyarakat tentunya berharap Panwaslih berani melaporkan persoalan ini kepada DKPP agar ditelusuri lebih lanjut berkenaan dengan kode etik pelaksana serta juga kita meminta agar proses hukum terhadap upaya penggelembungan dan pengurangan suara caleg di Aceh Timur juga dapat diproses ke ranah pidana demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap pelaksanaan proses demokrasi,” ungkap Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang.
Dia memaparkan, jika mengacu berdasarkan pasal 551 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu maka anggota KPU, KPU tingkat provinsi, kabupaten/ kota, panitia pemilihan kecamatan (PPK), dan atau panitia pemungutan suara (PPS) yang dengan sengaja mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, akan dikenakan sanksi pidana dua tahun dan denda Rp 24 juta.
“Jika kita lihat adanya tindakan sengaja sehingga berita acara rekapitulasi hasil suara di Aceh Timur, dimana terjadi pengurangan dan penggelembungan suara dari data D Hasil Kecamatan dan D Hasil Kabko, maka hal ini sudah masuk ke ranah pidana pemilu. Nanti tentunya akan ditelusuri lebih lanjut apakah ada praktek suap menyuap bahkan unsur nepotisme dan sebagainya yang mengakhibatkan terjadinya perubahan hasil suara,” ujarnya.
Mahmud menambahkan, jika kita lihat lebih lanjut dimana, perolehan suara calon DPD nomor urut dua digelembungkan hingga puluhan ribu di pleno kabupaten di Aceh Timur. Hal ini terungkap usai Bawaslu Aceh menyurati KIP Aceh Timur untuk dilakukan untuk melakukan perbaikan rekap suara. Kemudian, untuk DPR RI terlihat berdasarkan data D Hasil Kecamatan di 16 kecamatan se-Aceh Timur total suara caleg Demokrat Nomor Urut 2 atas nama Ridhwan Ariffalah Rusli Bintang B.Sc, MA hanya sebanyak 3.669 suara. Namun, pada rekapitulasi D Kabko tingkat Kabupaten justru mengalami kenaikan signifikan menjadi 34.292 suara, sehingga terindikasi terjadi penggelembungan suara yang cukup besar mencapai 30.623 suara.
Hal serupa juga terjadi pada suara PKS, dimana berdasarkan data D Hasil Kecamatan di 12 kecamatan di Aceh Timur suara partai tersebut hanya 1.278, namun pada Data D Hasil Kabko tingkat Kabupaten Aceh Timur justru mengalami penambahan menjadi 7.634 suara. Sehingga diduga terindikasi terjadinya penggelembungan sebesar 6.356 suara.
Indikasi penambahan / penggelembungan suara lainnya juga ditemukan pada suara Caleg Gerindra Nomor Urut 5 atas nama T. Zainal Abidin, S.Pd.I, MH. Dimana, berdasarkan D Hasil Pleno Kecamatan suara yang diperoleh di 17 kecamatan hanya sebanyak 12.281 suara, namun pada D Hasil Kabko Aceh Timur justru menggelembung menjadi 22.651 suara, atau dapat dikatakan suara caleg tersebut mengalami penambahan hingga 10.370 suara. Selanjutnya, indikasi penggelembungan suara lainnya yang ditemukan juga terdapat pada suara Caleg DPR RI Gerindra Nomor Urut 2 atas nama Fadli Tri Hartono, S.Si, M.PA. Suara caleg tersebut berdasarkan data pleno rekap D Hasil di 19 kecamatan hanya sebanyak 3.409 suara, kemudian pada D Hasil Kabko Aceh Timur justru mengalami penambahan menjadi 11.987 suara. Sehingga dapat dikatakan bahwa caleg tersebut mengalami penambahan suara hingga 8.578 suara.
Lebih lanjut kata Mahmud, berdasarkan temuan Panwaslih juga ditemukan adanya pergeseran suara DPRK, berdasarkan lampiran surat Panwaslih Provinsi Aceh yang ditujukan kepada KIP Aceh Timur nomor :38/ PM.00.01/K.AC/03/2024. tanggal 7 maret 2024 perihal : Saran Perbaikan Rekapitulasi dimana ditemukan bahwa suara badan caleg DPRK Partai Gerindra Nomor Urut 5 atas nama Ibrahim yang telah dipindahkan secara non prosedural ke suara partai. Dan Bawaslu juga menyatakan hal itu tidak sesuai dengan D Hasil pleno kecamatan Idi tunong, sehingga harus dikembalikan ke D Hasil Kecamatan. Dari temuan tersebut diduga sangat erat kaitannya dengan keberpihakan Ketua KIP Aceh Timur yang belakangan setelah ditelusuri diketahui merupakan bentuk keberpihakannya kepada caleg partai Gerindra nomor Urut 1 atas nama Marzuki yang merupakan saudara Ipar sang ketua KIP. Bahkan, diduga yang bersangkutan juga ikut terlibat mengatur agar saksi Partai Gerindra menandatangani surat pencabutan keberatan atas rekomendasi Panwaslih sebagai dasar untuk berkelit dari saran perbaikan.
Belum lagi, belakangan beredar di sosial media yang begitu menghebohkan tentang pertemuan antara Ketua KIP Aceh Timur dengan salah satu caleg DPRK perempuan berinisial MF yang juga melibatkan operator KIP berinisial AZ yang diduga berlangsung saat pelaksaan Rekapan kecamatan bertempat di Hotel Royal Idi Rayek pada tgl 22 febuari 2024. Dalam video itu terdengar adanya pembicaraan yang berkaitan dengan data suara.
“Dari sejumlah persoalan yang kini mencuat dan menjadi pembicaraan di publik menunjukkan bahwa ada polemik serius yang memang harus ditindaklanjuti secara aturan demi menegakkan keadilan dalam pelaksanaan pesta demokrasi. Untuk itu, kita berharap agar Panwaslih melaporkan semua hal tersebut ke DKPP untuk ditangani lebih lanjut tentang kemungkinan adanya pelanggaran kode etik pelaksana. Bahkan, tentunya masyarakat juga berharap agar penegakan hukum pidana pemilu dapat dilakukan dalam persoalan serius ini,” pungkasnya. (RED)