Wakil Menteri Sosial Tegaskan Bantuan Sosial Bukan Untuk Dinikmati Terus-Menerus, Melainkan Sebagai Sarana Pemberdayaan

Redaksi Bara News

- Redaksi

Minggu, 25 Mei 2025 - 02:57 WIB

50248 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta, 24 Mei 2025 — Wakil Menteri Sosial Republik Indonesia, Agus Jabo Priyono, menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) yang selama ini disalurkan oleh pemerintah bukanlah bentuk jaminan permanen yang dapat dinikmati terus-menerus, melainkan merupakan sarana sementara yang bertujuan untuk mendorong kemandirian dan pemberdayaan masyarakat. Penegasan ini disampaikan Agus dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Menata Ulang Arah Kebijakan Bantuan Sosial” yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5).

Dalam pernyataannya, Agus menyebut bahwa salah satu tantangan mendasar yang dihadapi pemerintah dalam pelaksanaan program bansos adalah masih mengakarnya pola pikir ketergantungan di kalangan sebagian masyarakat penerima. Ia menilai bahwa adanya rasa nyaman dalam menerima bantuan tanpa diiringi upaya untuk meningkatkan kualitas diri dapat menghambat proses pembangunan sosial yang berkelanjutan.

“Ini adalah problem pola pikir yang belum clear sehingga masyarakat merasa nyaman menerima bansos-bansos dan cenderung enggan meningkatkan kapasitas diri,” ujar Agus. Ia menekankan pentingnya perubahan paradigma di tingkat akar rumput agar bansos tidak menjadi jebakan ketergantungan, melainkan sebagai jembatan menuju kehidupan yang lebih mandiri.

Agus menambahkan, Kementerian Sosial secara aktif dan konsisten melakukan edukasi serta sosialisasi program pemberdayaan masyarakat di berbagai wilayah, baik di perkotaan maupun pedesaan. Bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini, ia mengaku rutin melakukan kunjungan langsung ke lapangan hampir setiap minggu untuk menyampaikan pesan penting mengenai pentingnya keluar dari “zona nyaman bantuan sosial.”

“Kami turun langsung ke titik-titik di berbagai wilayah Indonesia untuk menjelaskan bahwa program sosial ini harus dimaknai sebagai peluang, bukan sebagai akhir dari perjuangan hidup,” katanya.

Dalam upaya memperkuat pesan ini, Kementerian Sosial menggandeng Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) guna memperluas jangkauan sosialisasi dan meningkatkan efektivitas komunikasi publik. Kolaborasi ini bertujuan untuk memperkuat narasi tentang pentingnya transisi dari ketergantungan menuju kemandirian, khususnya di kalangan masyarakat penerima manfaat program bansos.

“Melalui pendekatan komunikasi strategis bersama PCO, kami ingin membangun narasi positif bahwa bansos bukanlah hak abadi, melainkan bantuan sementara yang harus dimanfaatkan secara bijak untuk memperbaiki kondisi sosial-ekonomi,” lanjut Agus.

Pernyataan Wamensos ini juga sejalan dengan arah kebijakan sosial nasional yang saat ini menitikberatkan pada pendekatan pemberdayaan berbasis potensi lokal, pelatihan keterampilan, serta akses terhadap lapangan kerja dan wirausaha produktif. Dalam konteks ini, bansos tidak hanya dipandang sebagai instrumen perlindungan sosial, tetapi juga sebagai pijakan awal dalam membangun daya tahan ekonomi keluarga miskin dan rentan.

Agus juga mengingatkan bahwa keberhasilan program bantuan sosial tidak semata-mata diukur dari jumlah masyarakat yang menerima bantuan, melainkan dari seberapa besar dampaknya dalam mengubah kehidupan penerima menjadi lebih mandiri, sejahtera, dan produktif. Ia menekankan bahwa indikator yang lebih tepat adalah berkurangnya jumlah penerima bansos karena mereka berhasil keluar dari garis kemiskinan, bukan karena diputuskan dari program secara administratif.

Pemerintah, kata Agus, terus melakukan evaluasi berkala terhadap efektivitas program-program bansos. Evaluasi ini tidak hanya mencakup data teknis penyaluran, tetapi juga menyentuh aspek kultural dan psikososial yang mempengaruhi keberhasilan program. Di sisi lain, ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM), untuk turut serta dalam membangun semangat kemandirian dan etos kerja di tengah masyarakat.

“Bantuan sosial hanyalah salah satu instrumen. Tapi perubahan mentalitas adalah kunci keberhasilan jangka panjang. Kami berharap masyarakat dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan,” tutup Agus.

Dengan penekanan pada aspek pemberdayaan, pemerintah berharap seluruh penerima bantuan sosial dapat bertransformasi menjadi pelaku pembangunan yang mandiri, tangguh, dan tidak lagi bergantung pada intervensi negara secara terus-menerus. Bansos harus menjadi awal dari perubahan, bukan akhir dari perjalanan. (*)

Berita Terkait

Gaji Pengurus dan Pengawas Koperasi Merah Putih Jadi Perbincangan, Benarkah Bisa Capai Rp15 Juta?
Peralihan Empat Pulau Aceh ke Sumut Dinilai Sebagai Kesewenang-wenangan Pemerintah Pusat, Anggota DPD Azhari Cage Turun Tangan
perasi Gabungan TNI-Polri Gagalkan Penyelundupan Sabu Senilai Rp5 Triliun di Perairan Kepri
Rapat Panas Komisi IX, Menkes Budi Ditegur soal Penyampaian yang Mengundang Polemik
Bareskrim Jadi Medan Tempur Baru, PDIP Polisikan Menteri Budi Arie
BARA JP: Pengangkatan Letjen (Purn) Djaka Budi Utama Sebagai Dirjen Bea Cukai Adalah Keputusan Tepat Presiden Prabowo
Diskon Listrik 50% Selama Juni–Juli 2025, Ini Syaratnya!
Membangun Indonesia Emas 2045: Relly Reagen Desak Pemerintah Wujudkan Revolusi Infrastruktur Pendidikan Nasional