Putra Safriza
2303201010044
Teori Hukum
Kebangkitan Palestina dimulai dengan serangan mendadak Hamas ke Israel, yang membunuh 700 orang dan melukai ribuan orang lainnya. Hamas berusaha menunjukkan bahwa Palestina belum menyerah. Bahkan, Palestina memiliki kekuatan yang lebih besar dan memiliki kemampuan untuk mengobrak-abrik sistem pertahanan intelijen Israel yang sangat canggih dan canggih. Dalam beberapa tahun terakhir, Palestina tampaknya mulai terpinggirkan dan bahkan terlupakan. Palestina dibiarkan menghadapi kesulitan mereka sendiri. Dengan menguasai wilayah Masjid Al-Aqsa dan terus memperluas pendudukan ilegal di Tepi Barat, Israel menjadi lebih otoriter.
Dunia internasional tidak mengambil tindakan apa pun terhadap blokade Gaza yang masih berlangsung. Selama tiga puluh dua hari berlalu, konflik antara Palestina dan Israel telah memasuki tingkat yang lebih parah. Korban kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel mencakup banyak warga sipil, sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, perempuan, dan pasien rumah sakit. Tidak seperti sebelumnya, ketika Rusia menginvasi Ukraina, pemerintah global menunjukkan kemunafikannya dengan mengabaikan situasi di jalur Gaza. Salah satu konflik terpanjang dan paling kompleks di dunia adalah konflik antara Palestina dan Israel. Konflikt ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan melibatkan banyak hal, seperti agama, sejarah, politik, dan wilayah.
Sejarah konflik Palestina-Israel bermula ketika Inggris mengalahkan kesultanan ottoman dalam perang dunia pertama dan mengambil alih wilayah Palestina. Deklarasi Balfour mendukung pembangunan rumah nasional Yahudi di Palestina pada tahun 1917. Ini menyebabkan orang Yahudi dari seluruh dunia datang ke Palestina. Saat itu, imigrasi Yahudi meningkat, dan ketegangan antara komunitas Arab Palestina dan Yahudi meningkat. Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, PBB mengambil alih Palestina, yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris. PBB membagi Palestina menjadi dua negara: satu untuk orang Arab dan satu lagi untuk orang Yahudi. Pembagian tersebut ditetapkan sebagai Resolusi PBB Nomor 181 pada tahun 1947, tetapi Arab Palestina menentangnya, yang menyebabkan Perang Arab-Israel pertama pada tahun 1948 yang dimenangkan oleh Israel, yang menyebabkan pengungsian rakyat Palestina.
Adapun Jumlah korban sipil akibat serangan Israel ke Gaza dan pernyataan pejabat Israel terhadap Palestina menunjukkan niat dan tindakan genosida sesuai hukum internasional.
Lebih dari 1 juta orang di Gaza dipaksa mengungsi akibat serangan Israel di Gaza yang dikepung, di mana pasokan makanan, air, listrik, obat-obatan, dan bahan bakar habis.
Sementara jumlah korban tewas dibunuh Israel sudah tembus 15.000 jiwa warga sipil Palestina, beberapa pejabat Israel bahkan menyuarakan dukungan untuk rencana mengusir warga Gaza ke Gurun Sinai di Mesir. Semua ini membangkitkan kenangan tentang genosida Srebrenica, yang menyebabkan lebih dari 8.000 warga Bosnia tewas dibunuh pasukan Serbia tahun 1995.
Inilah rangkuman informasi tentang konsep genosida dan latar belakangnya, serta apakah Israel cocok dengan definisi melakukan kejahatan genosida, kejahatan perang, maupun kejahatan terhadap kemanusiaan
Bagaimana Genosida Diatur dalam Hukum Internasional?
Genosida pertama kali dimasukkan dalam dokumen internasional dengan Konvensi PBB tentang Pencegahan dan Hukuman Genosida 1948.
Pasal 2 Konvensi Genosida menyatakan, “Dalam Konvensi ini, genosida berarti salah satu dari tindakan berikut yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras atau agama, sebagai berikut: (a) Membunuh anggota kelompok tersebut; (b) Menyebabkan luka serius baik secara fisik atau mental pada anggota kelompok tersebut; (c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan pada kelompok tersebut yang bertujuan untuk membawa kehancuran fisik kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian; (d) Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut; (e) Memindahkan paksa anak-anak kelompok tersebut ke kelompok lain.”
Konvensi Genosida, yang menjadi dasar hukum genosida dan berlaku sejak tahun 1951, menuntut negara-negara anggota untuk mengakui genosida sebagai kejahatan dalam hukum nasional mereka dan memeriksa mereka yang melakukan kejahatan semacam itu.
Ketika kita memeriksa definisi dalam perjanjian internasional kunci untuk menilai situasi di Gaza, menjadi jelas sebagian besar yang tewas dalam serangan Israel memiliki ras, etnis, dan agama yang sama dengan warga Palestina, sementara sebagian besar mengikuti agama Isla.
Jadi, warga Palestina memenuhi definisi “kelompok” dalam konteks kejahatan genosida, dengan identitas etnis, agama, dan nasional yang sama.
Fakta bahwa upaya telah dilakukan untuk mengusir orang-orang dari kelompok nasional, agama, dan etnis lain sejak awal konflik menunjukkan warga Palestina adalah sasaran serangan.
Pertama, menurut pemerintah di Gaza, 14.532 orang, termasuk lebih dari 6.000 anak-anak dan 4.000 perempuan, tewas di Jalur Gaza) dalam serangan Israel sejak 7 Oktober, yang dianggap bisa memenuhi kondisi “membunuh anggota kelompok tersebut”.
Kedua, warga Palestina di Gaza, termasuk puluhan ribu yang terluka, dilaporkan mengalami “luka serius baik secara fisik atau mental,” yang juga termasuk dalam definisi genosida.
Ketiga, pemutusan listrik, air, makanan, dan semua kebutuhan kemanusiaan lainnya, dan pengungsian 1,5 juta orang, persis seperti definisi “secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan pada kelompok tersebut yang bertujuan untuk membawa kehancuran fisik kelompok tersebut, seluruhnya atau sebagian.”