Banda Aceh — Polemik kepemilikan empat pulau yang berada di wilayah perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemukan titik terang. Pemerintah Pusat secara resmi menetapkan bahwa keempat pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Provinsi Aceh. Namun, ketegangan belum benar-benar mereda.
Sorotan tajam kini diarahkan kepada Safrizal Zakaria Ali, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Pernyataan Safrizal yang sempat menyebut empat pulau tersebut sebagai milik Sumatera Utara memantik reaksi keras dan dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Aceh—bahkan lebih menyakitkan karena berasal dari putra daerah sendiri.
Ketua Umum PW Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Aceh, Teuku Wariza, menyampaikan kecaman keras terhadap pernyataan Safrizal. Ia menilai ucapan tersebut tidak hanya keliru secara administratif dan historis, tapi juga melukai perasaan kolektif rakyat Aceh.
“Pernyataan itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap tanah kelahirannya sendiri. Safrizal adalah orang Aceh, pernah menjadi Pj Gubernur Aceh. Seharusnya dia membela hak rakyat Aceh, bukan justru mendukung perampasan wilayahnya,” tegas Wariza dalam keterangannya, Kamis (19/06/2025).
Menurut Wariza, tindakan Safrizal mencederai marwah dan kehormatan Aceh. Ia menegaskan bahwa wilayah Aceh tidak bisa diabaikan begitu saja dengan narasi administratif yang sempit. Bagi rakyat Aceh, kata dia, tanah adalah warisan para syuhada, yang diperjuangkan dengan darah dan martabat.
Sebagai bentuk protes dan penegakan kehormatan, PW SEMMI Aceh mengajukan tiga tuntutan tegas:
-
Safrizal Zakaria Ali diminta menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh rakyat Aceh.
-
Jika tidak, rakyat Aceh diminta bersatu menjatuhkan sanksi adat dan menolak kehadirannya di tanah Aceh.
-
Pemerintah pusat didesak untuk mencopot Safrizal dari jabatannya sebagai Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri RI.
“Tanah Aceh bukan wilayah yang bisa digadaikan. Setiap jengkalnya dijaga oleh darah dan kehormatan para pejuang. Mendukung perampasan wilayah adalah bentuk pengkhianatan yang tidak bisa ditoleransi,” tegas Wariza.
Seruan SEMMI ini langsung mendapat respons dan dukungan dari berbagai elemen sipil di Aceh. Sejumlah organisasi mahasiswa, tokoh adat, akademisi, hingga aktivis kemerdekaan Aceh menyerukan sikap senada. Mereka menilai pernyataan Dirjen Kemendagri adalah bentuk pengaburan fakta sejarah dan ancaman terhadap eksistensi keistimewaan Aceh yang dijamin dalam perjanjian damai dan perundang-undangan nasional.
Di tengah riuhnya tuntutan tersebut, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Safrizal Zakaria Ali maupun pihak Kementerian Dalam Negeri. Namun, tekanan publik yang menguat mengisyaratkan bahwa isu ini tak akan berhenti pada klarifikasi administratif semata. Di Aceh, ini menyangkut harga diri. (*)