Jakarta, 24 Mei 2025 — Pemerintah Indonesia kembali meluncurkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai bagian dari upaya menjaga daya beli masyarakat dan menstabilkan pertumbuhan ekonomi nasional. Program ini akan mulai disalurkan pada 5 Juni 2025 dan menyasar pekerja formal dengan penghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan atau setara dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Di antara kelompok penerima manfaat, guru honorer secara eksplisit disebut sebagai salah satu prioritas penerima.
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi pilar utama pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa BSU tidak hanya bersifat bantuan tunai semata, tetapi menjadi instrumen strategis dalam mengintervensi tekanan biaya hidup yang kini semakin terasa oleh masyarakat, terutama menjelang masa libur sekolah dan pencairan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara.
Airlangga menjelaskan bahwa penyaluran BSU merupakan bagian dari enam paket stimulus ekonomi yang telah dirancang secara komprehensif oleh pemerintah. Tujuannya adalah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini tetap berada di atas lima persen, sekaligus merespons potensi tekanan eksternal akibat perlambatan ekonomi global. Ia menyebut, tekanan inflasi dan ketidakpastian harga pangan serta energi menjadi latar belakang penting dari kebijakan ini.
Dalam paparannya, Airlangga menyebut bahwa BSU akan disalurkan melalui mekanisme transfer langsung ke rekening pekerja yang telah terverifikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Pemerintah menegaskan bahwa data penerima telah melalui proses validasi ketat agar bantuan ini tepat sasaran dan tidak menimbulkan tumpang tindih dengan program perlindungan sosial lainnya. Penekanan pada ketepatan sasaran ini menjadi perhatian serius, mengingat alokasi anggaran untuk program ini berasal dari belanja non-prioritas yang telah direalokasi demi pemulihan ekonomi.
Program BSU tahun ini dinilai lebih inklusif dibandingkan periode sebelumnya. Pemerintah memasukkan kelompok pekerja informal yang telah terdaftar pada program jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai bagian dari calon penerima. Guru honorer, tenaga administrasi sekolah, pekerja sektor padat karya, dan buruh musiman juga termasuk dalam sasaran distribusi. Hal ini menunjukkan adanya keberpihakan terhadap kelompok rentan yang selama ini hanya menerima sedikit perhatian dalam desain kebijakan fiskal.
Selain BSU, pemerintah juga menggelontorkan lima stimulus lainnya, termasuk diskon tarif transportasi umum dan tol selama musim liburan, pemotongan tarif listrik hingga 50 persen bagi rumah tangga kecil, distribusi bantuan pangan bagi keluarga miskin, pengurangan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk sektor padat karya, serta program dukungan konsumsi energi dan pangan yang akan dilaksanakan secara bertahap. Seluruh paket stimulus tersebut diharapkan dapat menciptakan efek berantai terhadap konsumsi nasional dan menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen.
Kebijakan ini muncul di tengah dinamika ekonomi yang masih diwarnai ketidakpastian global, mulai dari konflik geopolitik, fluktuasi harga komoditas, hingga dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan. Pemerintah menyadari bahwa instrumen fiskal tidak bisa berjalan sendiri. Oleh karena itu, koordinasi dengan otoritas moneter dan sektor swasta akan diperkuat untuk memastikan efektivitas implementasi kebijakan.
Bagi guru honorer seperti Ratna Sari, yang telah mengabdi selama delapan tahun di sekolah dasar negeri di Kabupaten Cianjur dengan gaji di bawah Rp 2 juta per bulan, kabar ini menjadi angin segar. “Selama ini kami sering tidak masuk hitungan bantuan. Kalau tahun ini benar-benar disalurkan ke kami, itu akan sangat membantu untuk kebutuhan anak-anak di rumah,” katanya.
BSU 2025 tidak sekadar angka dalam neraca keuangan negara. Ia adalah cerminan dari upaya pemerintah dalam memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya tercatat dalam statistik, tetapi juga hadir nyata di meja makan rakyat.