Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan Yassierli resmi menerbitkan Surat Edaran Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang melarang perusahaan menahan ijazah dan dokumen pribadi milik pekerja. Aturan ini diterbitkan bertepatan dengan momentum peringatan Hari Kebangkitan Nasional, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan hak-hak dasar tenaga kerja di Indonesia.
Dalam keterangannya kepada pers di Jakarta, Kamis (22/5/2025), Yassierli menyatakan bahwa praktik penahanan dokumen oleh pemberi kerja merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perlindungan pekerja. Dokumen-dokumen pribadi seperti ijazah, paspor, akta kelahiran, buku nikah, hingga bukti kepemilikan kendaraan bermotor tidak boleh dijadikan sebagai jaminan atau syarat untuk memperoleh pekerjaan.
“Pemberi kerja dilarang mensyaratkan dan/atau menahan ijazah serta dokumen pribadi milik pekerja sebagai jaminan untuk bekerja,” tegas Yassierli. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya membangun dunia kerja yang lebih adil, manusiawi, dan profesional.
Lebih lanjut, Yassierli menekankan bahwa setiap individu berhak untuk meningkatkan taraf hidupnya, termasuk melalui kesempatan kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, ia menilai bahwa praktik perusahaan yang menghalangi pekerja dalam mencari peluang kerja lain merupakan bentuk pembatasan yang tidak bisa dibenarkan.
“Setiap pekerja punya hak untuk memperbaiki kehidupannya. Negara harus hadir melindungi ruang gerak itu, bukan membiarkan praktik-praktik eksploitatif berlangsung,” ujarnya.
Kendati demikian, surat edaran ini tidak sepenuhnya menutup kemungkinan penahanan dokumen dalam situasi tertentu. Pemerintah memberikan pengecualian terbatas, yaitu jika penahanan ijazah atau sertifikat kompetensi menjadi bagian dari perjanjian kerja karena perusahaan telah membiayai pendidikan atau pelatihan pekerja. Namun, pengecualian ini hanya sah jika dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mengikat secara hukum.
Dalam kondisi tersebut, perusahaan wajib menjamin keamanan dokumen yang dititipkan dan bertanggung jawab penuh apabila terjadi kerusakan atau kehilangan. Mekanisme ini dirancang agar tidak dimanfaatkan secara sepihak oleh pemberi kerja dan tetap menjamin perlindungan hukum bagi pekerja.
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, terutama kalangan serikat pekerja dan pemerhati ketenagakerjaan. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), Budi Santoso, menyebut bahwa aturan ini merupakan terobosan penting dalam perlindungan buruh di Indonesia.
“Sudah terlalu lama praktik penahanan ijazah dianggap biasa. Padahal itu bentuk intimidasi terselubung. Kami sangat mengapresiasi langkah tegas dari pemerintah,” ujar Budi.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ketenagakerjaan Nusantara (L3KN), Nia Paramita, menilai bahwa terbitnya surat edaran ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah mulai responsif terhadap isu-isu ketenagakerjaan yang selama ini terabaikan.
“Kebijakan ini memberi sinyal kuat bahwa negara tidak mentoleransi praktik-praktik yang melanggar martabat pekerja,” kata Nia.
Sebagai tindak lanjut dari surat edaran ini, Kementerian Ketenagakerjaan juga berencana melakukan sosialisasi intensif kepada pelaku usaha, dinas ketenagakerjaan daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah berharap seluruh pihak dapat memahami serta mematuhi ketentuan tersebut demi menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkeadilan.
Yassierli menutup pernyataannya dengan harapan agar praktik penahanan dokumen tidak lagi terjadi di dunia kerja Indonesia. Menurutnya, reformasi ketenagakerjaan bukan hanya soal kebijakan teknis, tapi juga menyangkut perubahan pola pikir dan budaya kerja.
“Sudah saatnya kita menghapus praktik-praktik usang yang mengekang pekerja. Dunia kerja yang modern harus menjunjung tinggi hak, martabat, dan kebebasan setiap individu,” pungkasnya. (*)