Kutacane – Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara mengeluarkan imbauan resmi kepada masyarakat, khususnya warga Desa Mendabe, Kecamatan Babussalam, untuk meningkatkan kewaspadaan menyusul kembali terjadinya serangan Harimau Sumatra terhadap hewan ternak milik warga.
Insiden terbaru dilaporkan terjadi pada Sabtu, 7 Juni 2025, ketika seekor harimau betina diduga memangsa seekor sapi milik Iwan (50), seorang aparatur sipil negara (ASN) yang juga warga setempat. Lokasi kejadian berada di kawasan perkebunan karet milik warga di Desa Mendabe, daerah yang berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Kepada Bupati Aceh Tenggara H.M. Salim Fakhry, Iwan menyampaikan langsung kronologi peristiwa tersebut dalam sebuah pertemuan informal bersama wartawan di Warkop Ahai 2, Kutacane, pada Senin (9/6).
“Ini bukan kejadian pertama. Sejak 2022, sudah enam kali ternak warga dimangsa harimau di lokasi yang sama. Kali ini, sapi saya ditemukan dalam kondisi mati, dengan luka gigitan di bagian ekor. Dugaan kuat, ini serangan dari seekor induk harimau betina dan dua anaknya yang masih kecil,” ungkap Iwan di hadapan Bupati.
Mendengar laporan tersebut, Bupati Salim Fakhry langsung merespons cepat dengan melakukan koordinasi bersama Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan pihak TNGL Wilayah Aceh Tenggara. Melalui pesan singkat, ia meminta penanganan segera untuk mengantisipasi potensi konflik antara manusia dan satwa liar yang semakin sering terjadi.
“Keselamatan warga adalah prioritas. Saya sudah berkomunikasi dengan pihak TNGL, dan mereka sudah mengirim tim untuk mendirikan pos pantau sejak kemarin. Ini langkah awal untuk memantau pergerakan harimau dan mencegah konflik yang lebih luas,” tegas Bupati.
Selain itu, Bupati mengimbau kepada masyarakat, khususnya petani dan pekebun yang beraktivitas di kawasan rawan, agar tetap berhati-hati dan tidak ragu untuk segera melapor apabila menemukan tanda-tanda keberadaan harimau, seperti jejak, cakaran, atau suara auman di sekitar area kebun atau pemukiman.
“Warga jangan panik, tapi harus waspada. Jangan biarkan ternak berkeliaran bebas di lokasi-lokasi yang rawan menjadi lintasan harimau,” ujar Bupati Fakhry.
Sementara itu, Kepala BKSDA Aceh Tenggara, Suherman, membenarkan adanya laporan masyarakat terkait kemunculan harimau di sekitar Desa Mendabe. Ia menyatakan bahwa pihaknya telah menurunkan tim untuk melakukan patroli intensif dan melakukan metode pengusiran satwa liar menggunakan letusan petasan atau mercon, baik pada siang maupun malam hari.
“Kami sudah di lokasi sejak laporan diterima. Warga kami imbau untuk tidak beraktivitas sendiri di kebun, hindari pergi terlalu pagi atau pulang terlalu sore, dan sebisa mungkin bekerja secara berkelompok. Ternak seperti sapi, kambing, atau ayam jangan dilepas bebas karena bisa menarik perhatian harimau,” jelas Suherman.
Menurut Suherman, kawasan Desa Mendabe memang merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan habitat alami satwa liar seperti Harimau Sumatra. Oleh karena itu, interaksi antara manusia dan satwa tidak bisa dihindari sepenuhnya, namun dapat diminimalisir dengan upaya mitigasi dan edukasi kepada masyarakat.
Ia juga memastikan bahwa tim BKSDA akan terus berada di lapangan untuk memantau perkembangan, sekaligus memberikan edukasi kepada warga tentang cara-cara aman menghadapi konflik satwa liar.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara, BKSDA, dan TNGL akan terus bekerja sama dalam mengambil langkah-langkah strategis jangka pendek maupun panjang demi menjamin keselamatan warga tanpa mengabaikan perlindungan terhadap satwa liar yang statusnya dilindungi undang-undang.
Konflik antara manusia dan harimau di wilayah Aceh Tenggara menjadi catatan penting bagi pemerintah dan lembaga konservasi, mengingat frekuensi kejadian yang terus berulang dalam beberapa tahun terakhir. Warga berharap adanya langkah nyata dari pemerintah, tidak hanya dalam bentuk imbauan, tetapi juga solusi jangka panjang yang menjamin keselamatan dan keberlangsungan hidup berdampingan antara manusia dan satwa liar. (*)