Aceh Besar – Makna sejati dari Idul Fitri adalah saling memaafkan dan menerima maaf di antara sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, kita sering kali melakukan kesalahan terhadap orang lain, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Oleh karena itu, di hari yang penuh berkah ini, sudah sepatutnya kita merendahkan hati untuk meminta maaf dan bersedia memberi maaf kepada orang lain. Ketua Gugus Jaminan Mutu Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Ustaz Dr. Abizal Muhammad Yati, Lc, MA, telah menyampaikan pesan ini dalam khutbah Idul Fitri 1445 H di Masjid As-Sajidin, Komplek Tanjung, Kecamatan Ingin Jaya, pada Rabu 1 Syawal 1445 Hijriah, bertepatan dengan 10 April 2024.
Allah SWT berfirman, “Hendaklah mereka memaafkan dan melupakan kesalahan-kesalahan orang itu, tidakkah kamu suka bahwa Allah mengampunkan dosa-dosa kamu” (QS. An-Nur:22).
Direktur Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Aceh menjelaskan bahwa orang yang pertama-tama harus kita minta maaf adalah orang tua kita, yang surga kita bergantung padanya. Selain itu, saudara, pasangan, tetangga, dan teman-teman kita juga perlu kita maafkan dan minta maaf.
“Jika kita gagal mendapatkan maaf dari mereka, maka segala amalan kebaikan kita menjadi sia-sia, dan kita akan menjadi orang yang merugi di masa mendatang,” katanya.
Allah SWT menghitung pahala kebaikan kita dengan membaginya dengan orang-orang yang pernah kita sakiti. Jika pahala kita habis, maka dosa mereka akan kita pikul. Oleh karena itu, di hari yang mulia ini, kita harus mendatangi mereka dan meminta maaf dengan tulus.
Idul Fitri mengisyaratkan kembalinya manusia kepada fitrah (kesucian), sebagaimana seseorang yang baru lahir dari rahim ibunya. Selain itu, fitrah ini juga didapat dengan memperoleh ampunan dosa dari Allah melalui ibadah Ramadhan.
Menurut Ustaz Abizal, bulan Ramadhan memiliki keistimewaan luar biasa dalam mengampuni dosa manusia. Dosa kecil dapat terhapus dengan melakukan puasa Ramadhan, shalat tarawih, dan shalat pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan keikhlasan.
Sementara dosa besar dapat diampuni melalui taubat nasuha, yaitu taubat yang sungguh-sungguh dengan menyesali semua dosa, meninggalkan dosa secara totalitas, dan berkomitmen untuk tidak mengulangi dosa. Ini menunjukkan perubahan diri yang semakin taat kepada perintah Allah dan semakin takut melakukan kemaksiatan, ciri khas orang yang bertakwa yang merupakan hasil dari puasa Ramadhan.
“Jika kita telah melakukannya dengan sungguh-sungguh, maka hari ini kita kembali kepada kesucian diri. Perlu diingat, hakikat dari hari raya bukanlah pada penampilan atau harta benda baru, melainkan pada ampunan yang kita peroleh dari Allah,” katanya.
Ustaz Abizal menegaskan bahwa merayakan Idul Fitri dengan penampilan baru sementara dosa belum diampuni adalah tindakan yang memalukan. Bahkan, kita sangat tidak beruntung jika di akhir Ramadhan dosa-dosa kita tidak diampuni oleh Allah SWT. (Ridha Yunawardi)