Gayo Lues – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Gayo Lues menyampaikan perkembangan terbaru terkait penanganan stunting di daerah tersebut pada tahun 2025. Dalam keterangan pers yang disampaikan oleh Sartika pada Kamis, 8 Agustus 2025, pihak DP3A menjelaskan bahwa penurunan angka stunting merupakan hasil sinergi berbagai program intervensi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, meski masih diwarnai tantangan akses di wilayah terpencil.
Sartika membuka penjelasan dengan menguraikan bahwa tingkat kelahiran di Gayo Lues mencapai sekitar 1.800 bayi per tahun. Penurunan angka stunting yang terdata selama ini tidak hanya disebabkan oleh faktor usia anak yang sudah melewati batas penghitungan stunting (biasanya di bawah lima tahun), tetapi juga berkat intervensi langsung yang dilakukan oleh petugas kesehatan lapangan, seperti Pemberdayaan Kader Balita (PKB) dan Bidan Desa yang berperan aktif dalam pemantauan dan penanganan.
“Sekitar 80 persen penurunan stunting yang kami lihat memang hasil dari intervensi langsung, bukan sekadar usia anak yang melewati lima tahun,” jelasnya.
Dari sebelas kecamatan di Gayo Lues, wilayah perkotaan menunjukkan hasil penanganan stunting yang lebih baik dibanding daerah terpencil. Faktor utama yang mempengaruhi adalah kemudahan akses dan ketersediaan layanan kesehatan serta edukasi yang lebih optimal di perkotaan.
“Sebab daerah-daerah jauh seperti Pining dan Tripejaya membutuhkan waktu lebih lama untuk dijangkau, sehingga jadwal pelaksanaan program kami harus disusun dengan cermat,” terang Sartika.
Kecamatan-kecamatan seperti Belang Kejren, Kuta Panjang, Dabun Kelang, dan Belang Pegayon disebutnya telah menunjukkan hasil maksimal dalam penanganan stunting.
Indikator keberhasilan yang digunakan adalah pemantauan rutin melalui posyandu terintegrasi yang memeriksa berat dan tinggi badan balita sehingga anak-anak yang telah memenuhi standar gizi dapat keluar dari data stunting secara resmi.
DP3A Gayo Lues juga sedang menggalakkan program Orang Tua Asuh (OTA) Stunting, sebuah inovasi di mana setiap anak yang berisiko stunting memiliki pendamping khusus dari keluarga atau masyarakat untuk memastikan pemenuhan gizi dan pola asuh yang tepat.
Mengenai dampak stunting, Sartika menegaskan bahwa masalah tersebut tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik, tetapi juga berpotensi menimbulkan keterlambatan perkembangan kognitif serta penyakit kronis yang baru dapat terdeteksi pada usia remaja, terutama saat SMP.
“Penanganan stunting harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak masa calon pengantin hingga kehamilan,” kata Sartika. Oleh karena itu, DP3A dan mitra kerja telah menggalakkan program pemberian tambahan darah dan vitamin bagi remaja putri agar mereka siap menjadi ibu yang sehat dan melahirkan bayi yang tidak stunting.
Untuk tahun 2025, data menunjukkan penurunan angka stunting hingga 14,8 persen, sebuah capaian yang diraih berkat kerja sama lintas sektor antara DP3A, bidang kesehatan, penyuluh dari Dana Desa, serta mitra kerja lainnya.
Sartika berharap upaya penanganan ini dapat terus berlanjut dan bahkan meningkat di tahun berikutnya. Salah satu rekomendasi penting dari rembuk stunting yang digelar pada 7 Agustus 2025 adalah pengembangan aplikasi cerdas yang mampu mengintegrasikan data posyandu tanpa menyaingi sistem yang ada di Dinas Kesehatan.
Aplikasi ini akan membantu koordinasi petugas lapangan agar lebih proaktif dalam melakukan kunjungan rumah (home visit) serta memastikan anak-anak yang jarang ke posyandu tetap terpantau.
Selain itu, DP3A menekankan pentingnya pengelolaan bantuan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang disalurkan dari Dana Desa agar tidak terjadi tumpang tindih dengan program Dinas Kesehatan dan lebih terfokus pada anak-anak dengan status stunting.
Sartika mengakhiri keterangannya dengan mengajak seluruh petugas kesehatan, penyuluh KB, dan stakeholder terkait untuk bekerja dengan data yang akurat dan valid demi memastikan sasaran penanganan stunting tepat sasaran.
“Data yang kami gunakan adalah data yang benar-benar mewakili kondisi di lapangan, bukan data yang asal turun,” tegasnya.
Melalui kerja sama yang solid dan inovasi berkelanjutan, DP3A Gayo Lues optimistis akan menurunkan angka stunting lebih jauh pada tahun 2026 sehingga generasi muda daerah ini tumbuh sehat dan berdaya saing. (RED)