Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah soal potensi tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana raksasa senilai Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dana tersebut sebelumnya dikucurkan dari simpanan pemerintah di Bank Indonesia, dengan harapan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
“Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat memberikan keterangan di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Pernyataan itu disampaikan Asep bertepatan dengan pengumuman penahanan lima tersangka terkait kasus korupsi pencairan kredit fiktif di BPR Jepara Artha. Kasus tersebut menjadi alarm keras di tengah optimisme pemerintah dalam menyalurkan dana besar ke sektor perbankan.
Dana senilai Rp200 triliun yang bersumber dari simpanan pemerintah senilai Rp425 triliun di Bank Indonesia mulai dicairkan pada 12 September 2025. Presiden Prabowo Subianto telah memberi lampu hijau untuk penggunaan dana tersebut, yang diharapkan bisa mempercepat pertumbuhan kredit dan memperkuat daya beli masyarakat.
Adapun rincian distribusi dana ke lima bank Himbara adalah sebagai berikut:
- PT Bank Rakyat Indonesia (BRI): Rp55 triliun
- PT Bank Negara Indonesia (BNI): Rp55 triliun
- PT Bank Mandiri: Rp55 triliun
- PT Bank Tabungan Negara (BTN): Rp25 triliun
- PT Bank Syariah Indonesia (BSI): Rp10 triliun
Meski mendukung langkah pemerintah untuk memperkuat likuiditas perbankan nasional, KPK tetap mewanti-wanti agar penyaluran dana tersebut diawasi ekstra ketat agar tidak diselewengkan seperti dalam kasus korupsi di sektor perbankan sebelumnya.
“Ini harus menjadi peringatan keras, bahwa meskipun secara ekonomi kebijakan ini bermanfaat, tetapi celah penyalahgunaan tetap terbuka lebar jika tidak diawasi,” tegas Asep.
Asep mengatakan, Direktorat Monitoring pada Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK telah disiapkan untuk mengawal penyaluran dana ini secara intensif. Tujuannya tak lain adalah memastikan bahwa dana tersebut benar-benar disalurkan kepada sektor produktif dan memberi dampak nyata bagi perekonomian masyarakat.
“Nanti dari Direktorat Monitoring Kedeputian Pencegahan dan Monitoring akan mengawasi, sehingga stimulus ekonomi ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan efek positif bagi masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa penyuntikan dana ini merupakan bagian dari kebijakan mempercepat realisasi pembiayaan produktif. Langkah ini disebut sebagai salah satu “jurus” untuk menghidupkan kembali kredit sektor riil yang sempat stagnan usai pemilu.
Namun dengan masifnya jumlah dana yang disalurkan ke Himbara, KPK meminta semua pihak—terutama bank pelaksana—untuk taat pada prinsip kehati-hatian, transparansi, dan tidak tergoda membuat skema fiktif demi pencapaian target semu.
“Himbara harus pastikan prosedur dan prinsip audit keuangan berjalan ketat. Jangan ada kongkalikong dengan oknum peminjam atau pihak dalam yang ingin bermain,” tutup Asep.
Kini sorotan beralih ke bank-bank pelat merah—apakah mereka mampu menjalankan fungsi intermediasi ini secara tepat sasaran, atau justru membuka babak baru dugaan penyimpangan seperti yang pernah terjadi sebelumnya. (*)