JAKARTA — Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyambut positif langkah Kementerian Keuangan yang berencana mengkaji opsi penurunan tarif cukai hasil tembakau dan memperkuat upaya pemberantasan rokok ilegal. Kajian ini dinilai sebagai angin segar bagi pelaku usaha industri hasil tembakau (IHT) di tengah tekanan berat akibat lemahnya daya beli masyarakat dan maraknya peredaran rokok ilegal.
Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan bahwa penurunan tarif cukai akan memberikan kelegaan bagi industri rokok legal yang tengah tertekan oleh kebijakan fiskal dalam beberapa tahun terakhir. “Penurunan tarif cukai akan memperkecil jarak harga antara rokok legal dan ilegal, sehingga membuka celah pasar yang lebih luas bagi produk legal,” ujar Henry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Menurut Henry, kebijakan cukai dalam lima tahun terakhir telah membebani industri rokok nasional. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 67,5 persen dan harga jual eceran (HJE) hingga 89,5 persen berdampak langsung pada penurunan daya saing rokok legal. Akibatnya, konsumen beralih ke produk ilegal yang dijual jauh lebih murah.
Untuk menyampaikan aspirasi para pelaku usaha secara langsung, GAPPRI mengaku telah menyurati Kementerian Keuangan dan berharap dapat segera beraudiensi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Audiensi ini diharapkan menjadi ruang komunikasi terbuka agar pemerintah mendapat gambaran nyata tentang kondisi pasar tembakau nasional.
Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan resmi, Menteri Keuangan Purbaya menegaskan bahwa kebijakan tarif cukai harus berdasarkan studi dan data lapangan yang mendalam. Ia tidak menutup kemungkinan adanya penurunan tarif cukai sebagai bagian dari strategi pengendalian pasar dan penegakan hukum terhadap produk ilegal.
Di sisi lain, GAPPRI juga memberikan apresiasi kepada jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang terus menggencarkan operasi pemberantasan rokok ilegal, termasuk melalui operasi nasional bertajuk “Operasi Gurita”.
Henry berharap operasi tersebut dapat menjangkau seluruh mata rantai distribusi rokok ilegal, termasuk ke tingkat produsen. “GAPPRI berharap, Operasi Gurita juga menyasar sampai ke produsen rokok ilegal, bukan hanya pedagang dan pengecer di lapangan,” ujarnya.
Pemerintah melalui DJBC mencatat, kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Di saat yang sama, industri legal harus memikul beban tarif tinggi dan biaya produksi yang tidak sebanding dengan pendapatan. Oleh karena itu, pelaku industri berharap pemerintah mengambil langkah seimbang antara penegakan hukum dan insentif fiskal.
Wacana penyesuaian tarif cukai kembali mengemuka saat sejumlah federasi pekerja, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menyuarakan kekhawatiran atas ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal jika tarif cukai kembali dinaikkan. KSPI bahkan mengusulkan agar pemerintah menunda kenaikan tarif cukai hingga tiga tahun ke depan.
Melalui kajian yang transparan dan dialog antara pemerintah dan pelaku industri, GAPPRI berharap kebijakan cukai yang akan datang dapat memberikan keadilan, menjaga kelangsungan industri tembakau nasional, dan mengurangi dominasi produk ilegal di pasar domestik. (*)