BANDA ACEH, BARANEWS | Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri Aceh sangat menyayangkan tindakan atau sikap Polresta Banda Aceh dan Kejaksaan Aceh Besar, atas tidak menahan pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Kekerasan terhadap Anak pada Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Aceh (YAKESMA) yang beralamat di Gampong Blang Krueng, Kec. Baitussalam, Aceh Besar.
Bahwa pada tanggal 20 Februari 2023, seorang ibu telah menghadap ke kantor YBHA untuk meminta pendampingan dalam melakukan pelaporan ke Polresta Banda Aceh atas kekerasan yang menimpa anaknya. YBHA dan ibu korban yang berinisial KH (39) tahun melakukan pelaporan terhadap pengasuh yang bernama MS (26) tahun dan YR (24) tahun yang telah melakukan kekerasan (pemukulan) terhadap anak berinisial HIH (7) tahun.
Kejadian bermula ketika MS dan YR yang bertindak sebagai pengasuh menyuruh HIH untuk melakukan sholat Isya’, namun dikarenakan HIH lamban dan tidak cekatan akhirnya mereka melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada kekerasan. Setelah pelaporan dan melengkapi keterangan berkas perkara terhadap perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, maka dari hasil bedah kasus di YBHA, pelaku dapat didakwa dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut merujuk pada pasal 80 yang berbunyi, yaitu ayat 1 jo. Pasal 76c bahwa “setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak dapat diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000-, (Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah)”. Dan ayat 2 yang berbunyi “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000-, (Seratus Juta Rupiah)”.
Merujuk pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, suatu kekerasan tidak dapat dibenarkan dan dapat melanggar Hak Asasi Setiap Manusia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar. Apalagi dalam hal ini, kekerasan dilakukan terhadap seorang anak kecil yang berusia 7 (tujuh) tahun dan dilakukan oleh dua orang dewasa yang bertindak sebagai pengasuh di sebuah lembaga Yakesma. Atas dasar itu apapun dalih atau alasan pelaku sama sekali tidak dapat dibenarkan, baik secara personal maupun profesional serta SOP pengasuhan di yayasan tersebut. Sebagaimana bunyi ayat 2 pasal 80 tersebut, seharusnya pihak yang berwenang telah menahan para pelaku. Dimana anak sebagai korban mengalami lebam pada bagian muka dan memar kebiruan dibagian badan, serta perubahan sikap seperti ketakutan dan kegelisahan (traumatis) diakibatkan oleh tindakan pelaku.
Sejak bergulirnya kasus ini, para pihak telah dipanggil untuk melakukan Restoratif Justice namun tidak terjadinya kesepakatan yang baik antara kedua belah pihak tersebut. Sehingga penyidik Polresta Banda Aceh telah melengkapi berkas perkara penyelidikan untuk kemudian dilimpahkan ke penyidik Kejaksaan Negeri Aceh Besar. Setelah ditetapkan sebagai tersangka pelaku kekerasan terhadap anak, kedua tersangka tersebut hingga sampai saat ini belum ditahan. Perihal inilah yang kita sayangkan, seolah-olah kejaksaan lalai dalam menjalankan SOP dan acuh untuk menahan para tersangka. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa, seharusnya Jaksa dalam hal ini bertindak sebagai pembela hak-hak korban.
Selain itu, pihak tersangka terus melakukan upaya pendekatan dengan pihak korban melalui kuasa hukumnya untuk terus mengupayakan perdamaian walaupun sudah sering terjadi penolakan oleh pihak korban. Namun, ada indikasi lain dari pihak pelaku terhadap korban anak setelah proses damai yang telah ditempuh tidak membuahkan hasil. Adapun indikasi lain tersebut yaitu mencoba menekan pihak keluarga korban untuk dapat menerima proses mediasi dan menutup perkara yang sedang proses penyidikan lebih lanjut, dengan cara menakut-nakuti serta mencari alibi lain terhadap korban yang dinyatakan sebagai pelaku sodomi terhadap salah satu temannya di lembaga pengasuhan tersebut.
Melihat kondisi tersebut diatas kami dari YBHA Petuah Mandiri sebagai lembaga yang mendampingi korban (HIH), memandang perlu dilakukannya evaluasi dan monitoring oleh Dinas Sosial Aceh serta Pemerintah Aceh secara umum terkait dengan legalitas lembaga Yakesma dalam mengelola pengasuhan. (REL)