Banda Aceh – Wacana yang terkesan sengaja memanfaatkan Ustadz Abdul Somad (UAS) untuk kepentingan politik salah satu pasangan calon Walikota Banda Aceh sangatlah disayangkan. Hal ini dikarenakan UAS yang merupakan panutan ummat tidaklah dibenarkan untuk menjadi sarana bagi seseorang politisi untuk membenarkan sesuatu yang tidak dibenarkan di dalam Islam.
“Kita paham betul, adanya oknum yang berupaya memanfaatkan UAS untuk membenarkan kepemimpinan perempuan yang padahal jelas-jelas tidak dibenarkan oleh ulama kharismatik Aceh Tgk Syekh Hasanoel Basry atau Abu Mudi sebagaimana berpedoman kepada Al Qur’an dan hadist,” ungkap Fajarul Ketua Pemerhati Kebijakan Publik Banda Aceh Rabu 13 November 2024.
Abu Mudi dalam tausiahnya secara jelas mengatakan bahwa menegaskan bahwa perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin atau kepala daerah tidak sah karena tidak memenuhi syarat.
“Ureung Agam yang mengurus ureung inong (lelaki yang memimpin perempuan), “Arrijalun kawwamuna ‘alannisa’. Sehingga ditulis di dalam kitab, syarat menjadi pemimpin adalah lelaki yang merdeka, berakal, sehat badan dan segalanya,” tegas Abu Mudi dalam bahasa Aceh sebagaimana video yang beredar di media sosial.
Abu Mudi juga mengatakan, seorang perempuan yang maju sebagai pemimpin(kepala daerah) saja itu sudah berbuat dosa.
“Ureung inong meunyoe kageucalon ka dipeubeut desya. Perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin ka ijak peubeut desya, karena dipeubeut beut yang han sah dikerjakan. Dipileh cit le ureung nyan ureung pilih pi salah, dosa. Dilantik, ureung lantik desya. Setelah dilantik sah dia sudah jadi pemimpin, inan lom yang masalah,” tegas Abu Mudi sebagaimana isi dakwahnya.
Menurut Fajarul adanya indikasi dari oknum politisi tertentu yang ingin mematahkan pendapat tegas yang disampaikan Abu Mudi tersebut dengan menggunakan UAS. Hal itu dikarenakan, di satu kesempatan di luar Aceh UAS pernah menceritakan tentang kisah Ummu Shifah yang diangkat Umar bin Khattab menjadi pengawas pasar kota Madinah di wilayah Hisbah. Kisah itu disinyalir ingin digunakan untuk membuat masyarakat tidak legi mendengarkan apa yang dipesankan Abu Mudi.
“Perlu kita ingat bahwa, Aceh adalah daerah yang berlaku syariat islam berbeda dengan di Surabaya atau di daerah lainnya. Jadi, jangan sampai ada upaya mengadu ulama hanya untuk memuluskan keinginan seorang perempuan yang haus kekuasaan,” ujarnya.
Dia mengatakan, Ustadz Fadhil Rahmi yang merupakan sahabat UAS sendiri tidak ingin UAS terkontaminasi kepentingan politik pilkada sehingga beliau dimana-mana selalu menyampaikan UAS tetaplah netral, demi menjaga marwah sahabatnya, walaupun UAS membenarkan dukungannya tetapi ustadz Fadhil Rahmi tidak memanfaatkannya.
Ironisnya, di sisi lain ada pula calon kepala daerah perempuan yang begitu berambisi, justru terkesan ingin menggunakan kehadiran UAS untuk memuluskan keinginannya yang selama ini terhambat oleh larangan ulama di Aceh terkait kepemimpinan perempuan di bumi Serambi Mekkah ini.
“Lain lubuk lain ikannya, lain tempat lain pula budaya dan adat istiadatnya. Kami yakin dan percaya UAS sebagai ulama junjungan ummat sangat memahami persoalan ini dan tidak akan menafikan pesan ulama kharismatik Aceh Abu Mudi dan lain-lainnya. Semoga kehadiran UAS dapat mempertegas pernyataan Abu Mudi sehingga dapat mencerahkan ummat nantinya. Dan kita berharap UAS sebagai da’i kesayangan ummat mengabaikan pesanan politik dari calon kepala daerah perempuan yang berharap pembenaran UAS agar bisa digunakan untuk memuluskan hasratnya berkuasa,” harapnya.