Ditulis oleh: Asrinaldi, S.AP
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) seharusnya merupakan wakil rakyat yang memahami dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Namun, ironisnya, ada anggota DPR yang seolah-olah hanya pandai menyanyi, sedangkan pengetahuan mereka tentang tugas dan fungsi sebenarnya sangat minim.
Kapasitas anggota DPR RI seharusnya mencakup pengetahuan mendalam tentang kebijakan publik, undang-undang, serta masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi rakyat. Namun, ada anggota DPR yang lebih memilih bersuara demi kepentingan pribadi dan donaturnya, bukan untuk rakyat yang seharusnya mereka wakili. Mereka menjual nama rakyat demi keuntungan pribadi, tanpa memperdulikan aspirasi yang seharusnya mereka sampaikan di parlemen.
Layaknya selebriti, mungkina adapula DPR RI menikmati gaji dan fasilitas fantastis yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun tak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagaimana diketahui, setiap anggota DPR RI memiliki anggaran kunjungan dapil sebesar 450 juta rupiah per tahun, namun sayangnya, anggaran tersebut sering pula tidak pernah digunakan sebagaimana mestinya. Bahkan, mereka lebih suka menghabiskannya untuk ngopi dan kunjungan pribadi.
Tak hanya itu, ada pula praktik-praktik korupsi tersembunyi di balik fasilitas yang seharusnya untuk kepentingan rakyat. Ironisnya jika bantuan pemerintah dan berbagai sumber lainnya malah dialirkan ke usaha pribadi dan keluarga anggota DPR RI, bukannya fokus membantu masyarakat yang membutuhkan.
Tak sebatas itu, bahkan menggunakan fasilitas negara untuk kampanye pribadi menjelang pemilu, tanpa memperhatikan integritas dan etika yang seharusnya dimiliki oleh seorang anggota DPR.
Tentu saja, fenomena menciptakan paradoks lainnya yang sulit dipahami juga perlu diperhatikan. Bagaimana mungkin dalam laporan E LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara), kekayaan seorang anggota DPR RI semakin menurun setiap tahunnya padahal gaji dan fasilitas mereka rutin dan fantastis? Pertanyaan ini menggambarkan betapa tidak rasionalnya kondisi ini, apakah ada yang sengaja ditutupi dari kekayaannya agar dianggap merakyat atau laporan yang diberikan cenderung fiktif dan copy paste dari tahun ke tahun.
DPR RI seharusnya menjadi penjaga kepentingan rakyat, bukan ajang pencitraan atau jalan menuju kekayaan pribadi. Sudah saatnya rakyat menyadari bahwa memilih wakil rakyat yang sesungguhnya peduli dan mengerti kebutuhan mereka adalah kunci untuk membawa perubahan yang sejati. Dalam situasi di mana DPR RI hanya bisa “nyanyi” tanpa makna, rakyat harus berani memilih wakil yang sungguh-sungguh bersuara untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau donatur.
Untuk itu, sebagai rakyat tentunya kita harus lebih membuka mata hati dan tidak terus terjebak dengan bahasa manis dan janji lima tahunan yang tak kunjung ditepati. Dan sudah waktunya kita memilih wakil yang benar-benar memiliki pemahaman yang baik dengan tugas dan fungsinya untuk menghasilkan wakil rakyat yang peduli, mampu memberi bukti dan berkomitmen tinggi bukan sebatas haba mameh semata. Kejelian kita sebagai rakyat dalam mendukung dan memilih wakil rakyat merupakan penentu untuk nasib rakyat lima tahun mendatang, untuk itu sudah saatnya kita tidak terjebak terus menerus dengan cover calegnya semata sehingga kita tak terjebak di kesalahan yang sama, bahkan keledai pun tak ingin jatuh di lubang yang sama, apalagi kita manusia.
Sebagai generasi muda, kita berharap kepada masyarakat agar cerdas dalam memilih dan memilih, jangan sampai kecolongan 5 tahunan terulang kembali. Harus kita pahami, Wakil rakyat yang kenal kampung dan orang kampung ketika pemilu saja bukanlah wakil rakyat. Namun, lebih tepat diibaratkan lintas darat, yang datang untuk menghisap darah dan pergi disaat kenyang. Rakyat tentunya tak ingin terus menerus di alun dengan nyanyian nyiur menambah di tepi pantai, walau indah dan manis kedengarannya namun tak lebih dari cerita dongeng pada kenyataannya.
Penulis adalah Alumni UIN Arraniry, Koordinator Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Untuk Rakyat(GeMPUR)