Banda Aceh –Ikatan Mahasiswa dan Pemuda (IMP) Seramoe Mekkah menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap Direktur PT. Pembangunan Ekonomi Masyarakat Aceh (PT. PEMA), Mawardi Nur. Perusahaan yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kebanggaan rakyat Aceh itu kini diguncang berbagai persoalan serius yang dinilai mengancam kelangsungan operasional dan kredibilitasnya di mata publik.
Juru Bicara IMP Seramoe Mekkah, Fauzul Kabir Ash Shiddiq, mengungkapkan bahwa pihaknya menyoroti setidaknya tiga masalah besar yang tengah mendera PT. PEMA, yakni dugaan korupsi, praktik pungutan liar, serta konflik internal manajemen yang makin meruncing. Ketiga persoalan ini, menurutnya, mencerminkan buruknya kepemimpinan di tubuh perusahaan.
Salah satu masalah yang disorot adalah proyek revitalisasi tangki senilai Rp72 miliar yang berlangsung pada 2022 hingga 2024. Proyek ini diduga dijalankan tanpa mekanisme pengadaan yang transparan dan akuntabel. Fauzul menyebutkan adanya indikasi kuat praktik markup hingga pengeluaran fiktif dalam proses pembayaran proyek tersebut. Ia menilai proyek yang seharusnya menjadi langkah strategis untuk memperkuat aset perusahaan, justru menjadi sumber kebocoran anggaran dan merugikan keuangan PT. PEMA secara signifikan. Menurutnya, hal itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap misi awal pendirian perusahaan daerah tersebut.
Selain itu, IMP Seramoe Mekkah juga menerima laporan dari berbagai pihak mengenai adanya praktik pungutan liar atau pungli di lingkungan internal PT. PEMA. Pungli ini diduga dilakukan oleh oknum manajemen dan staf yang menyalahgunakan jabatan demi keuntungan pribadi. Fauzul menyayangkan lemahnya pengawasan pimpinan terhadap perilaku menyimpang ini. Menurutnya, praktik pungli tidak hanya mencederai etika korporasi, tetapi juga merusak semangat kerja dan kredibilitas perusahaan di mata mitra usaha.
Tidak berhenti di situ, PT. PEMA juga disebut tengah dilanda konflik internal antara jajaran direksi, manajer, hingga staf teknis. Ketidakselarasan visi, pertentangan kebijakan, serta gaya kepemimpinan otoriter dinilai menjadi pemicu utama perseteruan di tubuh manajemen. Akibatnya, sejumlah proyek penting mengalami keterlambatan dan semangat kerja pegawai pun merosot tajam. Fauzul menilai situasi ini sebagai bentuk krisis kepemimpinan yang nyata dan mendesak adanya langkah tegas dari pucuk pimpinan.
Ia pun mengkritik langsung Mawardi Nur selaku pimpinan tertinggi PT. PEMA. Menurutnya, Mawardi Nur belum menunjukkan kapasitas kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menyelamatkan perusahaan dari keterpurukan. Ia menuntut agar Mawardi tidak bersikap lembek dan segera bertindak tegas dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada.
“PT. PEMA seharusnya menjadi tumpuan ekonomi Aceh. Namun kenyataannya justru menjadi sarang masalah akibat lemahnya kepemimpinan dan tata kelola. Pengadaan tangki seharusnya menjadi proyek strategis, namun malah jadi sumber kebocoran anggaran. Ini bentuk pengkhianatan terhadap tujuan pendirian PT. PEMA. Pungli yang terjadi menunjukkan adanya tata kelola yang buruk dan lemahnya pengawasan dari pimpinan. Ini tidak bisa dibiarkan karena merusak kredibilitas institusi. Bagaimana mungkin perusahaan bisa maju kalau di dalamnya terus terjadi pertikaian dan tarik menarik kepentingan? Ini krisis kepemimpinan yang nyata. Jangan lembek. Jangan terkesan seperti anak-anak. PT. PEMA ini aset rakyat Aceh. Tidak boleh dikelola secara semena-mena oleh segelintir elite yang hanya mementingkan diri sendiri,” ujar Fauzul dalam keterangannya, Senin 7 Juli 2025.
IMP Seramoe Mekkah menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini sampai tuntas. Mereka menegaskan bahwa upaya penyelamatan PT. PEMA dari dalam maupun luar harus menjadi perhatian bersama, demi memastikan perusahaan tersebut benar-benar berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat Aceh. (*)