Aceh Tenggara – Serangan Harimau Sumatra terhadap hewan ternak milik warga kembali terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara. Kali ini, seekor sapi milik seorang peternak di Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, ditemukan mati dalam kondisi mengenaskan, diduga kuat akibat diterkam satwa liar dilindungi tersebut.
Peristiwa itu terjadi beberapa hari lalu di kawasan perkebunan milik warga yang berada tidak jauh dari batas Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Menurut penuturan Iwan, peternak yang juga pemilik sapi malang tersebut, kejadian ini bukanlah yang pertama kalinya.
“Terhitung dari tahun 2022 hingga sekarang, sudah sekitar enam ekor sapi milik warga di sini yang menjadi korban serangan Harimau Sumatra,” kata Iwan kepada wartawan, Selasa (10/6/2025).
Iwan menjelaskan bahwa seperti biasa, ia melepaskan ternaknya ke areal perkebunan warga yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNGL. Namun pada hari kejadian, salah satu sapinya tidak kunjung kembali. Setelah dilakukan pencarian, ia menemukan bangkai sapi tersebut dalam keadaan luka-luka yang parah, terutama di bagian kaki dan punggung belakang.
Yang lebih mengejutkan, kata Iwan, saat berada di lokasi penemuan bangkai sapi itu, ia sempat melihat secara langsung keberadaan empat ekor Harimau Sumatra.
“Di lokasi itu saya lihat sendiri ada empat ekor harimau—tiga anak dan satu dewasa. Mereka tidak jauh dari bangkai sapi,” jelasnya.
Kejadian tersebut membuat warga Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara semakin resah. Pasalnya, lokasi serangan berada di kawasan yang sering dilalui dan dijadikan area beraktivitas oleh warga, terutama para petani dan pekebun.
Menurut Iwan, kejadian serupa juga telah beberapa kali ia laporkan kepada pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Selain itu, ia juga telah menyampaikan keluhannya secara langsung kepada Bupati Aceh Tenggara dengan harapan ada perhatian serius dari pemerintah terhadap keselamatan warga.
“Kami sudah laporkan ini ke BKSDA dan juga ke Bupati Aceh Tenggara. Harapan kami pemerintah daerah mau bertindak cepat dan memberikan perlindungan bagi masyarakat,” kata Iwan.
Ia menegaskan bahwa kawasan yang kerap menjadi lokasi serangan harimau itu bukan bagian dari hutan lindung, melainkan area perkebunan yang sah dikelola oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, warga merasa berhak mendapatkan rasa aman saat bekerja di ladang.
“Kami tidak ganggu hutan, kami hanya berkebun di lahan kami sendiri. Tapi harimau makin sering muncul, dan itu sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Resor BKSDA Aceh Tenggara, Suherman, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari masyarakat mengenai peristiwa penyerangan sapi oleh Harimau Sumatra di wilayah tersebut.
“Kami sudah mendapat laporan, dan tim kami segera turun ke lokasi untuk melakukan patroli serta pengamanan. Kami berupaya mengusir harimau dengan membunyikan petasan mercon agar tidak masuk ke kawasan aktivitas warga,” jelas Suherman.
Suherman juga menghimbau agar masyarakat tetap berhati-hati dan tidak beraktivitas sendiri di kebun, serta segera melapor apabila kembali melihat satwa liar berada di sekitar pemukiman atau lahan pertanian.
“Kami minta warga tetap waspada. Jika bertemu satwa liar, jangan diganggu, cukup dilaporkan ke kami agar bisa ditindaklanjuti. Kami juga mengimbau agar masyarakat bekerja secara berkelompok demi keamanan bersama,” tambahnya.
Hingga kini, belum ada langkah mitigasi jangka panjang yang diterapkan secara menyeluruh untuk mengatasi konflik antara manusia dan satwa liar di kawasan penyangga TNGL, khususnya di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Pemerintah daerah dan otoritas konservasi diharapkan dapat segera menyusun kebijakan yang melindungi keselamatan warga tanpa mengabaikan upaya pelestarian spesies Harimau Sumatra yang terancam punah. (*)