ACEH — Seruan yang terpampang dalam sebuah infografik yang kini banyak beredar di ruang publik, menyentuh nurani banyak pihak. Bertajuk “Aceh Tidak Miskin Tapi Dimiskinkan”, pesan tersebut menggambarkan ketimpangan antara kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Provinsi Aceh dengan kondisi sosial-ekonomi sebagian besar penduduknya yang masih tertinggal.
Aceh, provinsi yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, ternyata menyimpan potensi ekonomi luar biasa. Dari minyak dan gas bumi (migas), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), industri petrokimia, hingga perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan besar — semuanya menunjukkan bahwa Aceh bukan provinsi tanpa sumber daya. Bahkan, Aceh tercatat pernah menjadi penyumbang besar devisa negara dari sektor migas pada era kejayaan PT Arun LNG di Lhokseumawe.
Gambar-gambar dalam infografik tersebut memperlihatkan sejumlah objek industri utama yang menjadi tulang punggung ekonomi Aceh. Di antaranya adalah:
-
PT. Migas Aceh, yang melambangkan kekayaan sumber daya alam berupa minyak dan gas yang selama puluhan tahun menjadi andalan ekspor nasional.
-
PT. PLTU, menggambarkan potensi energi yang dikembangkan dari batu bara dan biomassa yang tersebar di beberapa wilayah Aceh.
-
PT. Arun, ikon industri pengolahan gas alam cair (LNG) yang pada masa jayanya menjadi pemain penting di kawasan Asia Tenggara.
-
PT. Mifa Bersaudara, perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Aceh Barat dengan ekspor besar-besaran.
-
PT. Sawit, yang menunjukkan geliat sektor perkebunan sawit, terutama di kawasan Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Singkil.
-
PT. Andalas, salah satu industri pengolahan berbasis energi dan mineral yang turut memperkuat potensi kawasan industri di pesisir.
Namun, di balik deretan industri besar ini, potret kemiskinan dan keterbelakangan masih menghantui sebagian masyarakat Aceh. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan di Aceh masih berada di atas rata-rata nasional. Rendahnya serapan tenaga kerja lokal, minimnya dampak ekonomi langsung bagi masyarakat sekitar, dan kesenjangan infrastruktur menjadi beberapa penyebab ketimpangan ini terus berlangsung.
Narasi bahwa “Aceh pernah membantu Indonesia untuk merebut kemerdekaan” mempertegas bahwa kontribusi daerah ini terhadap Republik bukan hanya dalam bentuk sumber daya, tetapi juga sejarah perjuangan. Namun, harapan agar keadilan pembangunan dapat dirasakan lebih merata hingga ke tanah Aceh, masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah pusat dan daerah.
Isu ketimpangan distribusi hasil sumber daya alam ini tidak hanya menyangkut masalah ekonomi, tapi juga menyentuh keadilan sosial. Pemerintah Aceh dan masyarakat sipil terus mendorong reformasi pengelolaan sumber daya agar lebih inklusif dan berpihak pada rakyat. Dengan kekayaan yang ada, sudah selayaknya Aceh berdiri sejajar, bukan sebagai penonton dari kekayaannya sendiri.
Infografik ini tidak sekadar menjadi pengingat, tetapi juga seruan moral dan politik: bahwa pembangunan yang berkeadilan harus menjangkau seluruh wilayah, termasuk mereka yang pernah berdarah-darah demi merah putih.