BANDA ACEH, 18 Juni 2025 — Dua dekade telah berlalu sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005. Namun, implementasi menyeluruh atas kesepakatan damai tersebut dinilai masih jauh dari harapan. Salah satu tokoh diaspora Aceh, Tarmizi Age—mantan aktivis GAM di Denmark—melontarkan pernyataan keras yang ditujukan langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), serta Wali Nanggroe Aceh Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar.
Dalam pernyataannya kepada media pada Rabu, 18 Juni 2025, Tarmizi mempertanyakan komitmen para pemimpin nasional dan daerah dalam menuntaskan implementasi MoU Helsinki. “Aceh tidak minta merdeka. Cukup MoU Helsinki dijalankan dengan baik dan maksimal. Tapi kapan implementasinya? Tidak jelas!” ujarnya dengan nada tegas.
Menurut Tarmizi, meskipun perdamaian telah terjaga secara formal, substansi kesepakatan masih belum sepenuhnya terwujud. Ia menyoroti ketidakjelasan pengakuan terhadap simbol-simbol Aceh seperti bendera dan lambang daerah, serta stagnasi dalam pengelolaan sumber daya alam secara adil dan mandiri oleh Pemerintah Aceh.
“Apakah MoU Helsinki akan menjadi besi tua dalam sejarah perjanjian Aceh-Jakarta? Atau hanya perjanjian pura-pura supaya Aceh tunduk tanpa senjata?” kritiknya. Ia menilai, hanya partai lokal dan dana otonomi khusus yang terealisasi secara terbatas, dan itu pun belum mampu menjawab tuntutan kesejahteraan masyarakat Aceh secara menyeluruh.
Tarmizi memperingatkan bahwa ketidakseriusan pemerintah pusat dalam melaksanakan isi MoU bisa menjadi bara dalam sekam. “Indonesia jangan tunggu Aceh angkat senjata lagi hanya agar klausul penting MoU berjalan. Perang itu menghancurkan, tapi jangan pula rakyat terus dibodohi hanya karena sudah damai,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan pengambilan sikap tegas dari seluruh tokoh yang terlibat dalam proses damai Aceh. “Kepada Bapak Presiden Prabowo, Pak SBY, Pak JK, dan Tgk Malek Mahmut Al-Haythar, ini sudah saatnya MoU Helsinki benar-benar diimplementasikan sepenuhnya di Aceh. Itu saja pesan saya. Terima kasih.”
Sebagai catatan, MoU Helsinki mencakup beberapa pokok kesepakatan yang penting, di antaranya penyelenggaraan pemerintahan dengan otonomi khusus di Aceh, komitmen pemerintah pusat terhadap pemenuhan hak asasi manusia, pemberian amnesti dan reintegrasi bagi mantan kombatan GAM, penarikan pasukan non-organik dari wilayah Aceh, pembentukan misi pemantauan untuk menjamin pelaksanaan isi kesepakatan, serta mekanisme penyelesaian perselisihan.
Hingga saat ini, rakyat Aceh masih menantikan janji-janji yang tertuang dalam MoU Helsinki untuk benar-benar diwujudkan. Harapan akan perdamaian yang adil, bermartabat, dan berdaulat di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap menggema di Tanah Rencong. (RED)