Pengelolaan Pertambangan di Aceh Selama Ini Dinilai Belum Berpihak kepada Rakyat

Redaksi Bara News

- Redaksi

Minggu, 6 April 2025 - 00:12 WIB

50363 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tapaktuan – Seharusnya Aceh dengan kekhususannya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah bersifat nasional di Aceh, maka dapat mengatur secara kongkret terkait izin pertambangan rakyat (IPR) sebagai keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam mengelola sumber daya mineral dan batu bara di Aceh.

“Untuk pengelolaan bahan tambang mineral dan batubara yang diatur dalam UU Nomor 3 tahun 2020 itu sudah lebih dulu diatur secara khusus dalam pasal 156 ayat (3) UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, yang berbunyi, bahwa sumber daya alam, yang meliputi bidang pertambangan, yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara panas bumi, bidang kehutanan, pertanian , perikanan dan kelautan dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan. Namun pemerintah Aceh melalui Qanun nomor 15 tahun 2017 junto Qanun 15 tahun 2013 tentang Pengelolaan pertambangan dan batu bara belum dapat memaksimalkan kewenangan khusus yang dimiliki oleh Pemerintah Aceh tersebut,” ungkap Ketua DPC APRI Aceh Selatan, Delky Nofrizal Qutni, Jum’at, 4 April 2025.

Sebenarnya, kata Delky, Pemerintah pusat sudah memberikan peluang kepada daerah khusus seperti Aceh dalam pelaksanaan UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pada pasal 173 A sebagaimana disebutkan bahwa ketentuan dalam UU Nomor 3 tahun 2020, berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua Barat dan provinsi Papua, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan daerah tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Bukti nyata bahwa Pengelolaan pertambangan di Aceh belum berpihak kepada kepentingan rakyat yakni sampai detik ini belum adanya satu wilayah pertambangan rakyat (WPR) pun ditetapkan di Aceh, sehingga menunjukkan bahwa qanun pertambangan Aceh sebelumnya belum mengakomodir secara maksimal terkait pertambangan rakyat dan masih lemahnya pengaturan Pemerintah dalam hal pengelolaan pertambangan rakyat,” ujarnya.

Menurut Delky, belum adanya penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) membuktikan Pemerintah Aceh selama ini belum memaksimalkan kekhususan Aceh dalam melibatkan partisipasi masyarakat di sektor pertambangan. Jika wilayah pertambangan rakyat (WPR) belum ditetapkan maka keinginan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem yang selama ini diucapkan terkait pemberian izin pertambangan rakyat (IPR) akan sulit diwujudkan,” katanya.

Dia menguraikan, tidak Adanya Penetapan WPR di Aceh selama ini dikarenakan (1) Kurangnya data dan informasi tentang potensi mineral di Aceh dapat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan WPR, sehingga Gubernur Aceh seyogyanya mengevaluasi kinerja Dinas ESDM Aceh agar ke depan bisa lebih maksimal; (2) Kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah, seperti antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, dapat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan WPR; (3) Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya WPR dapat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan WPR, sehingga Dinas ESDM Aceh semestinya dapat mensosilisasikan serta memfasilitasi pertambangan rakyat yang legal, ekonomis dan ramah lingkungan; (4) Kurangnya sumber daya, seperti dana dan tenaga ahli di instansi terkait, dapat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan WPR; (5) Kurangnya peraturan yang jelas tentang WPR di Aceh dapat menyebabkan kesulitan dalam menetapkan WPR. Untuk itu, Pemerintah Aceh dengan kekhususannya seyogyanya melakukan revisi/perubahan qanun nomor 15 tahun 2017 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Aceh, kemudian menambahkan pasal yang mengatur secara khusus terkait izin pertambangan rakyat; (6) Konflik kepentingan yang menyebabkan Pemerintah kesulitan dan ragu-ragu dalam menetapkan WPR, sehingga kebijakan yang dilakukan pemerintah kerap menguntungkan korporasi tambang, namun mengabaikan partisipasi masyarakat. Tak heran jika di beberapa daerah seperti di Aceh Selatan terjadi konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang, karena dinilai selama ini masyarakat hanya diibaratkan ‘buya lam krueng teudong-dong, buya tamong meuraseuki’ (masyarakat hanya sebagai penonton, korporasi tambang yang menikmati hasil SDA di masyarakat);

Kata Delky, tidak adanya penetapan WPR selama ini menyebabkan kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pertambangan yang tidak terkendali, yang selama ini sering disebut pertambangan ilegal atau PETI. Kemudian tidak adanya penetapan WPR dan pemberian IPR dapat menyebabkan kehilangan pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah akibat kegiatan pertambangan yang tidak terkendali sehingga tidak adanya pendapatan asli daerah (PAD), biasanya yang diuntungkan dalam hal ini hanya oknum-oknum sementara daerah dirugikan. Selanjutnya, tidak adanya penetapan WPR dapat menyebabkan konflik sosial antara masyarakat dan perusahaan tambang akibat kegiatan pertambangan yang tidak terkendali, karena kerap terjadi perusahaan tambang mencaplok lahan yang biasa digunakan masyarakat untuk aktivitas pertambangan yang berujung kepada konflik sosial.

“Melihat kondisi itu, diperlukan langkah kongkret Pemerintah Aceh untuk sesegera mungkin membahas kembali/merevisi dan mengesahkan regulasi pengelolaan pertambangan yang mengakomodir secara kongkret terkait pertambangan rakyat di dalamnya, sehingga ke depan Pemerintah Aceh dapat menetapkan wilayah-wilayah pertambangan rakyat dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh dapat memberikan izin pertambangan rakyat (IPR) pada wilayah yang telah ditetapkan tersebut,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Delky, diharapkan ke depan Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota di Aceh dapat memfasilitasi legalitas pertambangan rakyat, melakukan fasilitasi dan edukasi penggunaan teknologi yang ekonomis, ramah kesehatan dan lingkungan kepada penambang rakyat, serta memberikan berbagai solusi terkait Pengelolaan tambang rakyat.

Dia menyebutkan, dengan ditetapkannya WPR dan diberikannya Izin Pertambangan Rakyat (IPR) oleh Pemerintah diyakini akan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan serta menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Harapan kita semoga apa yang diinginkan dan dijanjikan pemerintahan Mualem-Dekfad terkait pertambangan rakyat dapat tersealisasi sehingga dihati masyarakat kekhususan Aceh dalam pengelolaan SDA sebagaimana termaktub didalam MoU Helsinki dan UUPA bukanlah sebatas angan-angan belaka,”pungkasnya.

Berita Terkait

Pembatalan Tender Lanjutan Pembangunan RSUD-YA, Bukti Pemerintah Aceh Main-main dengan Hak Hidup Rakyat
Diduga Ada Indikasi Persaingan Bisnis di Balik Isu Makanan Berbelatung di MUQ Aceh Selatan
Aceh Selatan Sudah Finalkan Laporan Realisasi DOKA Tahap I
Bupati Aceh Selatan Diingatkan, Memimpin Daerah Bukanlah Mengelola Perusahaan
Petugas Masak MUQ Aceh Selatan Klarifikasi Isu Makanan Santri: “Kami Masak Sehari Tiga Kali, Sesuai Prosedur”
Aceh Selatan Tertinggal Realisasi Penyaluran DOKA 2025, GerPALA Minta Bupati Mirwan Lebih Fokus dan Serius Kelola Pemerintahan
Pemkab Aceh Selatan Tanggapi Serius Persoalan MUQ, Bupati Mirwan: Jadikan Momentum Perbaikan
Bupati H Mirwan MS : Jadikan Masukan dan Kritikan sebagai Obat untuk Kemajuan Aceh Selatan

Berita Terkait

Kamis, 18 September 2025 - 11:39 WIB

Pemkab Gayo Lues Tegaskan Dukungan terhadap Program Keagamaan, Wabup Maliki: Sejalan dengan Visi Pemerintahan Kami

Rabu, 17 September 2025 - 19:39 WIB

Polres Gayo Lues Limpahkan Tersangka dan Barang Bukti Kasus Korupsi Dana Bumdesma “Gayo Kita” ke Kejari

Rabu, 17 September 2025 - 18:04 WIB

Kepala Dinas Pendidikan Gayo Lues Tinjau Sekolah di Dua Kecamatan Pastikan Layanan Pendidikan dan Fasilitas Belajar Tetap Merata

Rabu, 17 September 2025 - 16:42 WIB

Pemilihan Urang Tue Kampung Porang 2025 Berlangsung Tertib, Warga Empat Dusun Tetapkan Perwakilan Baru untuk Periode 2025–2031

Rabu, 17 September 2025 - 11:55 WIB

Polres Gayo Lues Serahkan Tersangka Kasus Pemerkosaan Anak Kandung Yang Masih di Bawah Umur ke Kejaksaan

Selasa, 16 September 2025 - 23:35 WIB

Terima Kunjungan Komisi IV DPRA, Pemkab Gayo Lues Usul Pembebasan 10.000 Ha Lahan untuk APL

Selasa, 16 September 2025 - 23:31 WIB

Asisten III Setdakab Gayo Lues Lantik 14 ASN Fungsional, 12 Diantaranya Pimpin Puskesmas

Selasa, 16 September 2025 - 23:26 WIB

Wabup Gayo Lues Tegaskan Penertiban Kendaraan Dinas, Larang Pemakaian BBM Subsidi

Berita Terbaru