Opini – Di zaman sekarang, media sosial dan berbagai platform digital sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari anak muda. Dari bangun tidur sampai sebelum tidur lagi, rasanya sulit lepas dari ponsel. Segala informasi bisa diakses dengan cepat, komunikasi jadi lebih mudah, dan ekspresi diri semakin bebas. Tapi, di balik semua kemudahan itu, ada satu hal yang sering diabaikan: etika.
Salah satu perubahan yang paling terlihat adalah cara berkomunikasi. Dulu, kalau ingin bicara dengan seseorang, kita harus bertatap muka atau setidaknya berbicara langsung. Sekarang, tinggal ketik dan kirim. Sayangnya, karena tidak harus melihat ekspresi lawan bicara, banyak orang jadi lebih bebas berkata kasar, menghina, atau bahkan melakukan cyberbullying tanpa rasa bersalah. Mereka lupa kalau di balik layar ada manusia lain yang bisa tersakiti.
Selain itu, budaya viral di media sosial juga mempengaruhi cara anak muda bertindak. Banyak yang rela melakukan hal-hal di luar batas hanya demi mendapatkan perhatian, seperti membuat prank berlebihan, menyebarkan berita palsu, atau mempermalukan orang lain. Selama kontennya ramai ditonton, urusan etika jadi nomor sekian. Akibatnya, banyak nilai-nilai baik yang mulai luntur karena semua orang hanya fokus mencari popularitas.
Interaksi sosial di dunia nyata juga semakin berkurang. Banyak anak muda yang lebih nyaman berkomunikasi lewat chat atau komentar di media sosial daripada berbicara langsung. Akibatnya, kemampuan berbicara, mendengar, dan memahami perasaan orang lain jadi melemah. Kita jadi lebih mudah salah paham dan kurang peduli dengan orang di sekitar.
Masalah lain yang sering diabaikan adalah soal privasi. Banyak yang tanpa sadar membagikan informasi pribadi, seperti lokasi, data diri, atau bahkan hal-hal yang seharusnya bersifat pribadi. Padahal, informasi ini bisa saja disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena masih kurangnya edukasi tentang bagaimana bersikap di dunia digital. Banyak orang tua dan guru yang belum benar-benar memahami dunia media sosial, sehingga sulit untuk memberikan arahan yang tepat. Akibatnya, anak muda lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat di internet tanpa ada bimbingan yang jelas tentang mana yang benar dan mana yang salah.
Untuk mengatasi masalah ini, semua pihak harus ikut berperan. Orang tua harus lebih peduli dan aktif mengajarkan anak-anaknya bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak. Sekolah juga perlu mengajarkan literasi digital agar anak-anak bisa memahami risiko dan tanggung jawab saat menggunakan internet. Selain itu, platform media sosial dan pemerintah juga harus lebih tegas dalam mengawasi konten yang bisa merusak nilai-nilai moral generasi muda.
Jika semua orang bisa lebih sadar dan peduli, media digital bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat tanpa harus mengorbankan etika. Anak muda tetap bisa menikmati teknologi, tetapi dengan cara yang lebih positif dan bertanggung jawab. Bagaimanapun, dunia maya dan dunia nyata tetaplah sama—keduanya membutuhkan etika agar bisa berjalan dengan baik.
Penulis
Syarifatun Nikmah (Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam)
Universitas Serambi Mekkah