Opini oleh : Sri Radjasa MBA
SEBAGAI pejabat institusi hukum dan menyandang gelar professor, tentunya Jaksa Agung Muda Intelijen Redha Manthovani, sangat menguasai aturan dan perundang-undangan, tapi kenyataannya tidak demikian, Reda tabrak UU ASN Nomor 5 Tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, dengan menghadiri acara HUT Ke-17 Partai Gerindra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2).
Reda beralasan kehadirannya karena diutus, sebagai pejabat Korps Adhyaksa yang mewakili Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Keterangan Reda tersebut justru menyudutkan Jaksa Agung yang dipandang miskin pengetahuan hukum. Betapa memprihatinkan, jika para pejabat hukum sekelas Reda gagal paham soal aturan dan hukum.
Tidak heran jika public semakin muak terhadap pejabat hukum yang melanggar hukum.
Jamintel Reda juga melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang termuat dalam beberapa pasal di PP dan UU ASN.
Perlu diketahui, ada aturan yang melarang ASN termasuk Jamintel, untuk hadir pada kegiatan partai politik. Belum lagi dugaan pidana korupsi yang melibatkan Reda Manthovani, dalam kasus lelang pengadaan peralatan intelijen di Kejagung dengan nilai proyek Rp 5,78 Triliun.
Tampaknya ambisi Reda untuk menduduki kursi Jaksa Agung, telah mengalahkan akal sehatnya, bahkan mengabaikan martabatnya sebagai pejabat penegak hukum. Mungkin Reda merasa memiliki backup saudaranya yang saat ini sedang naik pamornya. Sikap arogansi Reda, seakan tidak tersentuh hukum, dia pamerkan video kehadirannya pada acara HUT Gerindra di instagram miliknya. Reda adalah profil pejabat di negara-negara yang sakit.
Jika saja jabatan Jaksa Agung diduduki oleh sosok pejabat yang menghalalkan segala cara untuk meraih jabatan Jaksa Agung, dapat dipastikan upaya penegakan hukum di negeri ini semakin carut marut. Dihadapkan oleh semakin terpuruknya citra aparat penegak hukum di Indonesia, presiden Prabowo dalam menentukan calon Jaksa Agung, kali ini ditantang untuk bersikap sebagai negarawan yang bertindak semata-mata untuk kepentingan kemaslahatan bangsa dan Negara, bukan lagi mengedepankan kepentingan kekuasaan politik praktis maupun kepentingan sektoral lainnya.
Rakyat Indonesia sudah ikhlas dimiskinkan, tapi jangan biarkan rakyat terus menerus tersisih secara hukum, karena akumulasi kemarahan rakyat, tidak akan terbendung oleh sehebat apapun kekuatan penguasa.
Penulis adalah Pemerhati Intelijen